I Ketut Siandana, ST
BALI DALAM DUNIA GARIS
Sekian masa Bali dengan segala budayanya diminati para profesional di dunia sebagai inspirasi bagi karya-karya mereka.
Fotografer, theater, lukisan, puisi, musik dan lagu bahkan design arsitektur dan berbagai karya kemudian lahir mengadopsi beragam bentuk, karakter, unsur, nuansa dan suasana Bali.
Bali sebagai inspirasi dalam ragam masterpiece inipun kemudian cukup diminati pasar dan menempati posisi trend antusiasme global yang tidak pernah lekang oleh waktu.
Pesona Bali itulah yang dulu juga dilihat oleh Miguel Covarrubias, Walter Spies, Rudolf Bonnet, Le Ma Yeur, Willem Gerrard Hofker, Don Antonio Blanco, Han Snel, Donald Friend dan banyak lagi lainnya sebagai sebuah kekuatan kharisma yang berdaya tarik tinggi.
Fanatisme terhadap Bali para expatriate tersebut memang diyakini telah turut berpengaruh mempopulerkan Bali di mata dunia dan mengundang minat warga dunia untuk mengenal, mengunjungi ataupun menikmati segala sesuatunya yang bercirikan tentang Bali.
Sedemikian besar nama Bali dan pengaruhnya di pasar global menuntut konsekwensi generasi Bali untuk sanggup tampil bukan saja sebagai pelestari budaya, adat, tradisi dan potensi Bali namun juga berkewajiban moral untuk muncul sebagai ‘pelaku’ yang berkualitasdan dapat berefloresen dalam culture adat dan kondisi spiritual yang orisinil tersebut untuk bersinergi dengan perkembangan dunia global hingga dapat membidani lahirnya karya yang juga mampu menggairahkan ketenaran Bali di manca negara.
Dedikasi inilah yang dapat dilihat dari seorang I Ketut Siandana seorang arsitek muda pribumi Bali yang menunjukkan kualitasnya dalam karya-karya imajinatif yang secara orisinil mengusung eksotisitas Bali dalam kemasan modernitas yang harmonis.
Siandana merayap kondang dari hasil garis-garis karya tangannya yang melahirkan design sensual dan spiritual. Karya-karyanya dinilai cukup teliti mencari kesesuaian bentuk dan keselarasan pada lingkungan sekitar yang seolah diadopsinya dari konsep trilogi Tri Hita Karana.
Ketegasan garis yang dibuatnya ternyata adalah bakat yang diasah dan terus dikembangkannya sejak ia masih kanak-kanak.
Sejak lahir dari rahim Ni Ketut Kepreg pada hari Rabu Pon, 23 September 1964, I Ketut Siandana rupanya telah disemayami talenta melukis yang tumbuh menonjol dalam diri anak ketiga dari 7 bersaudara ini.
I Ketut Siandana di usia 3 tahun
Wayan Kari ayahnya menangkap potensi itu dan mendukungnya dengan mendatangkan guru melukis di saat Siandana masih berumur sekitar 7 tahun dan baru saja mulai bersekolah di SD 3 Denpasar.
Jadilah semakin diasah semakin tajam bakat Siandana mengejawantahkan imajinasinya dalam berbagai bentuk lukisan tangan, bahkan di saat Siandana duduk di bangku SLTP ia sempat meraih posisi juara II (silver medal) pada sebuah kompetisi melukis anak-anak berskala intenational (International Shankar’s Competition) yang diadakan oleh pemerintah India (Shankar’s Foundation) di tahun 1977.
Selain pengembangan bakat melukis itu, Ketut Siandana merasa mendapatkan kesempatan yang terbaik dari apa yang selalu kedua orang tuanya telah upayakan khususnya dalam bidang pendidikan mulai dari sekolah dasar, hingga sekolah lanjutan yang kini menjadi bekal berharga dalam hidupnya.
Sosok ayah bagi Siandana adalah figur yang inspiratif, santun, pekerja keras dan ulet; “dengan jiwa dagang yang sederhana beliau merintis kios kelontong di jalan Sulawesi Denpasar yang ditekuninya sejak tahun 1946. Dari sanalah sang ayah ini menghidupi sanak keluarga dan merayap merintis bermacam usaha dagang lainnya seperti mendirikan usaha pengumpulan dan pengolahan hasil bumi dengan nama UD. Mercu Mas dan bahkan juga merambah sektor kepariwisataan di tahun 1977 di saat Bali sendiri belum begitu berkembang sebagai kawasan tujuan wisata internasional”.
Menemani ayahnya di pabrik
penggilingan Kopi, (th 1997)
Hal ini sekedar sebagai sebuah cerminan, betapa ayahnya adalah pribumi Bali yang berpikiran maju dan modern termasuk dalam hal mendidik dan membesarkan anak dan tradisi Bali serta ajaran-ajaran spiritual keagamaan tetap menjadi suatu hal yang dominan dan bahkan ditekankan dalam wujud teladan yang selalu diikuti dan dicontoh oleh kesemua anaknya.
Dan kemudianpun I Ketut Siandana merasakan bahwa teladan yang di waktu itu ia rekam dalam ingatan kanak-kanaknya dari apa yang telah dicontohkan oleh orang tua kepadanya, adalah wujud pendidikan moral yang paling efektif untuk membentuk kepribadian positif yang dirasakan oleh Ketut Siandana khususnya dalam kajian spiritual dan filosofi hidup yang menyehatkan nuraninya untuk menjujung dharma hidup sebagai manusia.
Memasuki tahun 1980, setamat dari SMPN 1 Denpasar, I Ketut Siandana meneruskan pendidikannya di SMAN 3 Denpasar.
Di sinilah kembali bakat melukis I Ketut Siandana mendapat penghargaan setelah menjuari lomba gambar ilustrasi untuk salah satu buku mata pelajaran yang diadakan oleh Departeman Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Bali di tahun 1982.
Namun ternyata prestasinya ini belum menjadi cukup alasan bagi I Ketut Siandana untuk menentukan arah sekolah lanjutan yang berkaitan dengan bakatnya itu. Ia justru tertarik pada bidang kepariwisataan dan memendam cita-cita untuk terjun sebagai profesional dan praktisi di dunia pariwisata.
Maka setelah berhasil lulus dari SMA di tahun 1983, I Ketut Siandana pun mendaftarkan diri di BPLP Bali selain juga ikut dalam UMPTN (ujian masuk perguruan tinggi negeri) di Universitas Udayana dan mengambil pilihan jurusan di Fakultas Teknik.
Seperti apa yang ia harapkan, I Ketut Siandana diterima di BPLP Bali dan langsung mengikuti serangkaian ritual perkuliahan sebagai mahasiswa baru dalam orientasi pengenalan kampus.
Setelah nyaris satu bulan program orientasi ini sudah Siandana ikuti, ayahnya tiba-tiba datang menjemputnya untuk mengundurkan diri dari BPLP setelah mendengar pengumuman hasil UMPTN di Universitas Udayana menyatakan I Ketut Siandana diterima sebagai mahasiswa Fakultas Teknik di sana.
Kendati harus meninggalkan sekolah yang diinginkannya, namun di saat itu tidak ada rasa terpaksa atau kecewa ketika ia harus memilih untuk memenuhi harapan sang ayah menempuh cita-cita menjadi seorang arsitek.
Justru perasaan yang ada meyakinkannya bahwa ia berada dalam pendidikan yang pas dengan bakat di bidang gambar menggambar yang dimilikinya.
Menjelang akhir-akhir semester sebagai mahasiswa Fakultas Teknik, I Ketut Siandana berkesempatan mengunjungi kerabatnya yang tinggal Australia.
Beberapa waktu di sana Siandana manfaatkan untuk bekerja menggarap desain kebun dalam proyek pembangunan perumahan di Australia.
Dan setelah rampung dari pekerjaannya itu, ia kembali ke Bali dan bergabung dengan teman-teman mahasiswa membentuk Konsultan Desain “Kori D’Arch” di tahun 1990 yang waktu itu bermarkas di Jalan Durian No. 16 Denpasar.
Rupanya ini berkembang dan menjadi cikal bakal lahirnya; Bale Legend (konsultan), Bale Taru Bale (produksi kayu), Combine (produksi teraso) dan Pilar Bale Kontruksi (kontraktor).
Pada tahun 1992, I Ketut Siandana bekerjasama dengan para mahasiswa Seni Rupa membentuk konsultan grafis “Matahari Media Antara”/Matamera yang karya-karyanya kemudian mendulang penghargaan dari berbagai kalangan di taraf nasional.
Iapun sempat pula merangkul beberapa mahasiswa membentuk Landscape Konsultan dan Kontraktor “Tropika Line” dan berhasil mengerjakan proyek-proyek yang membuahkan penghargaan seperti; The Oberoi Lombok Resort (salah satu resort terbaik dunia dari 55 resort yang ada) dan Begawan Giri Resort yang merupakan sebuah resort yang menonjolkan kekuatan arsitektur Bali yang lebur dengan keindahan alam dan banyak mengundang kekaguman berbagai kalangan.
Di tahun 1993, I Ketut Siandana bersama Agus Suradnyana membentuk kontraktor dan developer “Kori Bali Utama” dan bersama berhasil tercatat sebagai pengembang berkualitas terbaik sebelum kemudian ia memutuskan untuk menarik diri dari kepemilikan di tahun 1999.
Di tahun 1994, I Ketut Siandana juga memulai membuka biro konsultannya sendiri dan bersama ke dua adiknya; I Made Sutarjana dan I Putu Sumaniaka membangun PT Wakalouka Industri di tahun 1995 setelah sebelumnya mereka juga telah bersatu dalam berdirinya PT. Waka Gae Selaras di tahun 1991 yang mengawali kiprah tiga bersaudara ini dalam industri pariwisata seperti berdirinya PT. Bahtera Balitama yang dikenal dengan Wakalouka Cruises yang bergerak di bidang Kapal Layar Catamaran dilanjutkan dengan berdirinya PT. Waka Oberoi Indonesia di Lombok tahun 1995 yang berlanjut dengan membuka Waka di Uma Resort di Ubud di bawah PT. Waka di Uma dan juga PT. Bali Desa Plesir dengan produk Waka Land Cruises (perjalanan wisata mengendarai Land Rover di pegunungan Batukaru).
Sebagai seorang Arsitek, I Ketut Siandana yang inovatif dengan karya cerdasnya selalu berupaya menciptakan sebuah desain bangunan seselaras mungkin, antara desain dengan sisi lingkungan, kontur tanah setempat, arah terbitnya matahari sebagai datangnya sumber sinar, angin, curah hujan dan kondisi vegetasi alam untuk mewujudkan sebuah hasil bangunan yang tepat, nyaman dan memiliki kekuatan ciri yang sangat lekat dengan ketradisionalan Bali.
Di sinilah Siandana menunjukkan karakter sentuhannya yang piawai menempatkan kultur tradisional Bali sebagai harmoni dalam desain yang modern dalam zamannya.
Interaksi Ketut Siandana di setiap detail pada bangunan yang didesainnya terlihat teliti dengan menempatkan arsitektur tradisional Bali yang pada masa kini telah mulai ditinggalkan ataupun telah bergeser dari fungsi-fungsi fondamentalnya.
Design Lobby NDC
Karya I Ketut Siandana, ST
Design Puerto Rico
Karya I Ketut Siandana, ST
Arsitektur tradisional ini kemudian kembali ia hidupkan dan diberinya sentuhan imajinatif sehingga menghasilkan sesuatu yang terkesan baru dalam dunia arsitektur namun terasa begitu akrab dengan keseimbangan alam dan kenyamanan penghuninya.
“Di sinilah dasar dari bentuk desain tradisional Bali yang prinsiple yang bila digali dan dihidupkan akan membawa kita pada keseimbangan baik antar manusia dan manusia, manusia dan alam dan manusia pada Tuhannya.
Baik unsur filosofi maupun fungsi suatu bangunan, baik interior, ornamen/ukiran dan juga tata ruangnya sangat berpengaruh untuk berada pada tempatnya dan bermakna filosofis sebagaimana seharusnya, dengan demikian apapun bentuk bangunan yang telah di desain dan dibuat manakala sudah jadi dan diberikan sentuhan ritual sebagaimana mestinya akan ‘hidup’ dan menampakkan Taksu.
Karena itulah sentuhan yang diberikan pada desain arsitektur Bali harus sangat cermat, benar dan tepat, agar tidak merusak makna dan fungsinya namun tetap sinergi dengan kemajuan zaman”.
Bali sebagai dasar pijakannya menjadikan I Ketut Siandana yang tanggap pada modernitas menggulirkan karya desain arsitektur yang cenderung praktis dan mampu mengakomodasi kehidupan yang semakin kompleks namun memiliki estetika sebagaimana kenyamanan seseorang yang tengah berada di alam Bali yang eksotik.
Gaya desainnya yang menerapkan unsur kesederhanaan nyaris lahir dari orisinilitas imajinasinya yang inovatif.
Desain inspiratifnya yang tanpa pernah meninggalkan sentuhan tradisional Bali seolah memberikan ciri dan karakter akan karya-karya I Ketut Siandana yang handal dalam mengimplementasikan suasana Bali dengan kekayaan kombinasi ide modernisasi yang lebur dalam ketradisionalan.
Sebagai seorang arsitektur yang berbasis modernisasi, Ketut Siandana tergolong cerdik dan eksentrik mengemas potensi nilai ketradisionalan Bali dalam garis-garis desainnya yang menggugah gairah.
Pengakuan pada desain I Ketut Siandana yang luar biasa salah satunya datang dari diterimanya “Tri Hita Karana Award” pada tahun 2001 dan tahun-tahun berikutnya.
Pada sudut aktivitas hidup lainnya, I Ketut Siandana selalu memiliki ruang prioritas untuk kegiatan religiusnya sebagai penganut ajaran Hindu.
Di luar jadwal padatnya, di berbagai kesempatan I Ketut Siandana kerap melakukan perziarahan spiritual ke tempat-tempat suci bahkan sampai ke negeri India.
Berkah dari perjalanan sucinya ke India telah membawa perjodohan hidupnya bertemu dengan seorang gadis bernama Ni Putu Darmapatni, SE yang juga melakukan perjalanan serupa.
Dari pertemuan itulah, 1,5 tahun kemudian mereka melangsungkan pernikahan pada tahun 2003 dan kini telah dikarunia 3 orang anak.
Setelah menikah sudut pandangnya pada nilai-nilai spiritual tersebut semakin terarah dengan berbagai aktivitas sosial.
Kebutuhannya nuraninya untuk ‘ngayah’/ membhaktikan dharma dirinya ia wujudkan antara lain dengan terlibat dalam pembangunan tempat peribadatan baik pura, candi maupun Asram (suatu tempat pengkajian agama) di mana dalam aktivitas itu tak jarang Ketut Siandana mengarsiteki sendiri bangunan-bangunan yang akan dibangunnya.
Sosoknya yang santun begitu mudah untuk berbagi ilmu dan pengetahuan dengan para arsitek muda lainnnya. Cara berkomunikasinya yang cerdas dan cenderung akrab menjadikan komunikasi bersama I Ketut Siandana mudah terbangun menuju final disetiap pembahasan.
Pribadinya yang akrab dan terbuka meyakinkan bahwa prinsip hidup dalam falsafah Tat Wam Asi (aku adalah engkau dan engkau adalah aku) secara realistis telah ia ejawantahkan dalam laku kehidupannya.
family picture
DATA PRIBADI
Nama : I Ketut Siandana, ST.
Tanggal Lahir : 23 September 1964
Agama : Hindu
Alamat : Jl. Imam Bonjol 467, Denpasar, Bali
Pendidikan Formal :
- TK Saraswati (1968-1970)
- SD 3 Denpasar (1970-1976)
- SMPN 2 Denpasar (1977-1980)
- SMAN 3 Denpasar (1983-1983)
- Fakultas Teknik Arsitektur Universitas Udayana (1983-1997)
Pekerjaan : – Arsitek
- Pengusaha
Aktif dalam :
- MPI (Masyarakat Pariwisata Indonesia)
- IAI (Ikatan Arsitek Indonesia)
- Rotary Club, Seminyak
- Yayasan Hindu Dharma
- Bendahara Br. Wangaya Kaja
- Perencanaan Puta Penataran Agung di Gunung Rinjani
- Perencanaan Pura Tinting Sari di Menjangan.
Penghargaan :
- Tri Hita Karana (2001)
- Tri Hita Karana (2002)
- Tri Hita Karana (2005)
- Tri Hita Karana (2006)
- IAI (1999) Untuk Desain Bangunan Komersial
- Travel Asia Time’98 Award
- SCOTA (1995) Juara ke-2 Kompetisi Desain Company Profile
- SCOTA (2000) Juara-2 Desain Brochur
- Juara Pertama desain Resort
- Juara Desain Stand Pameran Pasar Wisata se- Indonesia (1991)
- Juara Desain Stand Pameran Pasar Wisata se- Indonesia (1999)
Menikah : 11 April 2003
Istri : Ni Putu Darmapatni, SE
Anak : 3 orang
Hobby /
Kegemaran : Olah Raga (Sepak Bola & Basket)
Semboyan
Hidup : Tat Wam Asi (aku adalah engkau dan engkau adalah aku).
Pesan : Arsitektur Bali bila diterapkan dengan baik dan tepat akan memberikan aspek positif di segala bidang, seperti pada keharmonisan keluarga, kenyamanan, kualitas hidup dan keseimbangan duniawi yang juga dapat merdampak pada tercapainya kebutuhan materi dan spiritual.
Leave a Reply