Janice Lenore Mantjika

SEJAUH HIDUP MEMBERI ARTI
Takdir cinta membawa wanita ini sampai ke Bali, dan garis nasibnya menjadikan ia harus mulai kehidupan baru di pulau Dewata yang sama sekali asing baginya.
Namun semangatnya yang gigih untuk dapat berarti di pulau ini rupanya telah berhasil mengentaskan ia menjadi salah seorang pioneer dalam industri pariwisata Bali yang bahkan mampu mempertahankan eksistensi usahanya hingga kini.
Janice Lenore Babington lahir Jumat Paing, 15 Juni 1940 di Pamerston North, Selandia Baru.
Ayahnya ‘Lawrence Babington’ adalah seorang pengrajin ukir yang mengelola usaha sendiri di bidang grafir kaca, marmer, batu nisan dan lain sebagainya. Adapun ‘Ruth’ sang ibu menghabiskan waktu mengurus Janice dan adiknya hingga mereka tumbuh dewasa.
Sebagaimana anak-anak seusianya di Selandia Baru, ‘Jan’ lincah, aktif dan sangat bersemangat dalam kesehariannya baik sekolah ataupun menekuni hobby tarinya. Bahkan untuk kegemarannya yang satu ini, Jan sempat bercita-cita menjadi pelatih tari sekaligus penari profesional yang ditebusnya dengan mengikuti latihan tari secara serius.
Kendati begitu besar keinginan Jan untuk menggeluti bidang tari, namun cita-citanya ini harus ia pendam setelah ia divonis menderita penyakit jantung.
Karena penyakit jantung itulah Jan tidak mungkin lagi untuk meneruskan latihan tarinya yang semestinya harus diikuti selama 10 jam perhari.
Sejak saat itulah perlahan Jan mulai melirik bidang ilmu bisnis manajemen dan melanjutkan pendidikan di jurusan ‘commercial’ hingga lulus dan mengawali karirnya di tahun 1955 sebagai desainer iklan di ‘The Dominion National Newspaper’ salah satu media nasional Selandia Baru hingga kemudian diangkat menjadi penulis dan reporter harian itu di tahun 1959.
Namun walau sudah tidak lagi berharap menjadi pelatih tari, Janice tetap aktif di sanggar tari dan rutin mengikuti berbagai kegiatan yang diadakan perkumpulannya hingga di sinilah kemudian ia jatuh cinta dengan ‘Dewa Ngakan Made Djati Mantjika’ salah seorang penari Bali yang diundang oleh sanggarnya di suatu pentas.
Mantjika sendiri sebenarnya adalah seorang mahasiswa penerima beasiswa pendidikan di Selandia Baru yang keberadaannya tak lepas dari upaya dan dorongan ‘Ibu Gedong Bagoes Oka (almarhum)’ salah seorang dosen di Universitas Udayana yang sangat peduli pada para pelajar putra daerah yang berprestasi untuk mendapat kesempatan pendidikan lanjutan ke luar negeri dari pemerintah Indonesia.
Sekian tahun kisah cintanya bersama Djati Mantjika menghantarkan Janice ke pelaminan di tahun 1962 dan tak lama kemudian melahirkan anak pertamanya di tahun 1963 yang praktis seketika mengkondisikan ‘Jan’ mengundurkan diri dari pekerjaannya dan penuh beralih sebagai ibu rumah tangga.
Tahun 1964, suaminya berhasil merampungkan pendidikan masternya dan memboyong Janice beserta anak sulungnya pulang ke Bali.
Inilah pertama kalinya ‘Janice’ melihat Bali yang sebelumnya hanya ia dengar dari Djati suaminya.
Kedatangan perdananya ini disambut oleh ibu Gedong Bagoes Oka yang sesungguhnya telah menitipkan wejangan pada Djati sebelum berangkat mengikuti pendidikan untuk tidak jatuh cinta dan menikahi gadis selandia sampai dengan pulang ke Bali membawa gelar masternya.
Di luar dugaan, meski tidak mengijinkan Djati sebagai anak didiknya mengawini wanita asing, namun setelah melihat kehadiran Janice sebagai istri Djati, ibu Gedong menerima hangat dan seketika sangat akrab menyambut ‘Jan’ hingga bahkan sampai kemudian ibu Gedong Bagoes Oka seolah menjadi ibu kedua bagi Jan Mantjika dan sekaligus menjadi salah satu kekuatan untuk mengawali hari-hari Jan di Bali.
Jan yang mudah akrab tidak mengalami kesulitan berarti untuk membaurkan diri beradaptasi dengan lingkungan suasana, budaya, adat istiadat, kawan, kerabat dan keluarga yang sama sekali baru baginya.
Bahkan kendala bahasa yang pada awalnya menjadi penghalang bagi ‘Jan’ untuk berkomunikasi dengan lingkungan di Bali lambat laun mulai dapat diatasinya dengan berusaha keras membiasakan diri berbahasa Indonesia.
Sebagai seorang istri dosen yang mengandalkan hidup dengan gaji bulanan dari Universitas Negeri terlebih lagi di dalam kondisi krisis ekonomi nasional, Jan menyadari bahwa ia dan keluarganya berada dalam situasi yang sulit.
Keinginannya yang keras untuk memberdayakan diri membantu sang suami, mendorong Jan Mantjika menerima beberapa pekerjaan sebagai translator, mengalih tulisan dari bahasa Inggris ke bahasa Indonesia ataupun sebaliknya.
Dan ini menjadi awal dari segalanya. Kemampuan Jan berbahasa Inggris dan peranannya sebagai translator, ditangkap oleh ibu Gedong Bagoes Oka dan suaminya sebagai sebuah potensi yang dapat dikembangkan.
Bersama ibu Gedonglah, Jan lalu dilibatkan diberbagai kegiatan termasuk ikut dalam training staff pegawai hotel Bali Beach dan beberapa kali diminta bantuannya untuk memandu wisata tamu-tamu asing sebagai awal perkenalannya dengan dunia pariwisata yang didukung penuh Djati Mantjika suaminya.
Dari pengalamannya sebagai pemandu wisata itu, Jan Mantjika mulai mengaktifkan diri terjun sebagai guide freelance bekerjasama memanfaatkan armada Nitour.
Kali ini Jan Mantjika mulai dikenal dikalangan para pelaku pariwisata Bali, bahkan beberapa tamu asing yang datang ke Bali langsung bertujuan mencari ‘Jan’ dan Djati Mantjika untuk menjadi pemandu wisata mereka.
Kiprahnya inipun akhirnya mulai dilirik oleh PT.Antaruang, salah satu biro perjalanan wisata untuk diajak terlibat bekerja sama, namun tawaran itu ia abaikan, dan memilih bergabung bersama ‘Alit Oka Suci’ untuk menjalankan usaha bersama di Bali Arca Tours yang lalu mereka kelola secara sangat sederhana.
Setelah beberapa bulan turut mengelola Bali Arca Tours, rupanya fokus perusahaan ini di kala itu cenderung berkonsentrasi pada Bali Arca Art Shop yang bersebrangan dengan keinginan Jan dan Djati untuk penuh total menangani bidang usaha biro perjalanan wisata. Maka akhirnya usaha bersama inipun sepakat untuk diakhiri dan Jan bersama Djati membuka sendiri biro perjalanan wisatanya sendiri yang diberinya nama “PT.Jan’s Tours & Travel Service”.
Keterbatasan modal menjadikan PT.Jan’s Tours dikelola dengan sangat sederhana dan apa adanya sekedar sebagai landasan kiprah Jan dan Djati di dunia pariwisata.
Hingga sampai suatu hari, manakala Jan Mantjika dan suaminya sedang berwisata di pantai Sanur sebuah nasib mempertemukannya dengan dua orang biarawan asal Australia yang kemudian dengan akrabnya telah berbincang dengan Jan Mantjika tentang jajanan tradisional Bali yang biasa dijajakan pedagang asongan di pesisir pantai Sanur di saat itu.
Pada tahun-tahun tersebut, memang masih sangat sulit ditemui orang-orang yang bisa berkomunikasi menggunakan bahasa Inggris. Maka tak heran bila kedua biarawan Australia ini menjadi sangat gembira bertemu dengan Jan Mantjika yang dengan ramah memberikan penjelasan panjang lebar tentang apa yang ingin mereka ketahui.
Pengalaman ini rupanya meninggalkan kesan yang mendalam bagi mereka, hingga setiba di negaranya para biarawan ini menceritakan tentang ‘Jan Mantjika’ pada biro perjalanan wisata yang membawa mereka ke Bali.
Inilah yang menjadi gerbang awal hingga terjalinnya kerjasama perusahaan biro perjalanan wisata Australia ini dengan PT.Jan’s Tours.
Bahkan lebih dari itu, perusahaan Australia ini memberikan sejumlah deposit kepada mereka sebagai kesepakatan awal, sehingga PT.Jan’s Tours dapat melengkapi kelengkapan kerja perusahaannya dengan sarana dan prasarana operasional yang memadai.
Sejak saat itu, PT.Jan’s Tours mulai menerima dan melayani kunjungan tamu-tamu dari Australia dan juga mengembangkan diri dengan berbagai promosi dan jalinan hubungan kerja sama dengan beberapa biro perjalanan wisata asing lainnya baik Eropa, Amerika, Meksiko, Perancis, Inggris dan juga Asia.
Tidak lama berselang, berlimpahnya wisatawan ditunjang kerja sama yang solid antara Jan sebagai design Tour dan Djati yang mengurus memandu wisata, menjadikan PT.Jan’s Tours berkembang pesat hingga mampu memiliki beberapa armada termasuk beberapa Bus yang menunjang aktivitas biro perjalanan ini memberikan pelayanan maksimal bagi para wisatawan di Bali.
Memasuki tahun 1980-an, atas berbagai upaya, Jan Mantjika pun akhirnya resmi sebagai Warga Negara Indonesia, di mana ini semakin membesarkan hatinya untuk dapat total berkiprah, berkarya dan berarti positif bagi bumi dan tanah air Indonesia yang sangat ia cintai.
Dalam kurun waktu itulah, Jan mempelopori perjalanan wisata dengan kapal boat menggunakan fasilitas snorkeling berkeliling Tanjung Nusa Dua dan di Janggolan disamping juga memprakarsai perjalanan wisata Bali Timur.
Meski telah mulai dengan kesibukan sebagai pengusaha biro perjalanan wisata, Jan Mantjika tetap saja memberikan prioritas waktu manakala ia terkadang diminta berbagai ilmu sebagai pengajar baik di institusi pendidikan tinggi atau balai-balai pelatihan di Bali yang antara lain sebagai asisten Ibu Gedong Bagoes Oka mengajar conversation di Fakultas Sastra Unud serta pernah mengajar di Kodam Denpasar yang kala itu melakukan program pelatihan bahasa Inggris dalam pemakaian ungkapan sopan yang bersifat teguran dan peringatan untuk digunakan kepada para wisatawan asing.
Selanjutnya Jan juga sempat diperbantukan untuk mengajar di Pidarda Bali dalam rangka persiapan pembukaan posko Tourist Information di Kuta dan juga sempat pula dilibatkan di TVRI Bali sebagai asisten ‘Soeyono T.S’ sebagai narasumber dalam acara belajar bahasa Inggris. Tidak hanya itu, Jan Mantjika juga terlibat aktif mengajar di Sekolah CIP (sekarang Cipta Dharma) sampai hampir 10 tahun lamanya.
Sikap ini tidak lebih didorong atas keinginan Jan Mantjika untuk dapat memberikan arti keberadaannya di tempat di mana ia hidup kini.
Komitmen ini pulalah yang menjadikan Jan Mantjika juga tertarik untuk terlibat dalam penyusunan buku-buku yang mempromosikan Bali ke dunia internasional seperti ‘Beautiful Bali’ bersama Robert Blackwood dan juga buku ‘Tales of Balinese Grandfather’ bersama Wayan Sukarini, Adrian Clynes dan Ketut Marr.
Kini setelah lebih dari tiga dasawarsa ‘Jan Mantjika’ bersama PT.Jan’s Tours miliknya berkiprah dan dapat eksis di dunia kepariwisataan Bali, ia mulai lambat laun mengalihkan konsentrasinya kepada berbagai kegiatan sosial khususnya di bidang pendidikan anak-anak kurang mampu dengan secara pribadi memberi santunan pendidikan bagi mereka dan kemudian menerima tawaran dari kedutaan Selandia Baru untuk meneruskan tongkat estafet kiprah yayasan sosial YAKKUM yang memberi perhatian serius bagi para penyandang cacat.
Keberadaan yayasan ini berperan dan bekerja keras untuk mengembalikan keberdayaan para penyandang cacat untuk dapat kesempatan menjadikan hidup mereka memiliki arti di masyarakat. Kiprah yayasan ini selain memberi sarana bagi penyandang cacat seperti kaki dan tangan palsu ataupun kursi roda, juga melengkapi kemampuan mereka dengan berbagai ketrampilan termasuk memberikan suntikan modal wirausaha kemandirian atau mengarahkannya bekerja di perusahaan-perusahaan sesuai keahlian mereka. Berbagai kalangan ia rangkul untuk turut bersimpati, hingga memprakarsai terciptanya gagasan wisata sosial kemanusiaan yang melibatkan para wisatawan berbagi kasih secara langsung dengan mereka yang cacat, sakit ataupun miskin di beberapa tempat di Bali di bawah Yayasan YAKKUM Bali.
Meskipun aktivitas sosialnya cukup padat dan juga saat ini Jan masih aktif terlibat sebagai guru bahasa Inggris di Play Group dan TK Tunas Daud, namun tekadnya untuk dapat selalu memberi perhatian tulus dan kasih sayang pada anak-anak usia pra sekolah dari kalangan tak mampu agar dapat merasakan kebahagiaan dan keceriaan masa kanak mereka, hingga kini tak pernah pupus dari usaha keras Jean Mantjika.
family picture
DATA PRIBADI
Nama : Janice Lenore Babington / Jan Mantjika
Tempat/
Tanggal Lahir : Pamerton North, Selandia Baru, 15 Juni 1940
Agama : Kristen
Profesi : Pengusaha, PT.Jan’s Tours
Pendidikan Formal :
- Central Primary School, Palm Nth New Zealand (1945–1949)
- Pemerston North Intermediate School, New Zealand (1950-1951)
- Pamerston North techicaln College, New Zealand, renamed; Queen Elizabeth Technical College, Palm Nth, New Zealand (1952-1955) (Streamed course : Commercial/Business Studies)
- Queen Elizabeth College, Palm Nth, New Zealand Diploma, specializing : Business Studies / English (1955-1957)
Pengalaman Organisasi :
- BIWA (Bali International Women’s Association) “Pendiri” th 1970-an
- PATA Bali (1995-1997)
- Yayasan YAKKUM Bali (2001 – sekarang)
Aktif Sebagai :
- Convener of Support Board Yayasan Yakkum Bali
- Guru Bahasa Inggris Play Group & TK Tunas Daud
- Translator pada Gereja Lembah Pujian, Denpasar
Menikah : 1962
Jumlah Anak : 3 orang
Hobby : Menulis
Tokoh Idola : Yesus Kristus
Warna Favorit : Ungu
Semboyan : Lakukan apa saja yang bisa kita lakukan untuk dapat
memberikan arti bagi sesama dengan penuh kasih.
Pesan : Cintailah Bali dengan penuh integritas dan
ketulusan dengan demikian, apa yang
dilakukan dengan sungguh-sungguh pasti akan
diberkati.
Leave a Reply