Made Dapir
DONGENG KEJAYAAN
Kehidupan terkadang tidak ubahnya bagaikan sebuah kompetisi dan seperti biasanya dalam setiap kompetisi akan melahirkan orang-orang terbaik yang telah mampu berhasil memenangkan kompetisi hidup yang terus dan terus silih berganti mengadu prestasi tanpa akhir, hingga siapapun yang menjadi pemenang harus tetap berjuang untuk mempertahankan predikat dan posisinya.
Dan ini adalah satu tokoh yang berhasil menjadi yang terbaik melalui kerja keras yang tidak pernah berhenti. Dialah I Made Dapir, laki-laki asal Sanur yang terlahir di tahun 1949. Ia bukan saja telah berhasil dalam memperoleh cita-citanya, tapi ia juga telah dengan gemilangnya menempuh perjalanan karir hidupnya.
Naif adanya bila kita hanya melihat keberhasilannya kini. Akan lebih bijaksana bila kita tengok latar belakang di awal kehidupanya sebagai seorang anak dari ayah bernama Wayan Sukana, seorang tukang kayu dan ibunya Nyoman Menting yang turut menopang kehidupan rumah tangga itu dengan berdagang padi, kacang, kelapa dan hasil pertanian lainya.
Tapi justru dari kesederhanaan inilah mucul perpaduan pendidikan yang melahirkan karakter seorang I Made Dapir, membentuk dirinya kuat dalam menjalani hidup. Untungnya Made Dapir turut melibatkan diri dalam kegiatan orang tuanya. Mulai dari kecil ia akan merasa bahagia apabila apa yang ia kerjakan mendatangkan hasil.
Manakala hari telah petang, setelah lelah dari sekolah dan membantu kedua orang tuanya, Malam harinya, menjelang tidur sang ayah akan menghantarkan dongeng-dongeng menarik mengenai arti sebuah kejujuran, kerja keras, hingga kisah-kisah pewayangan, di mana di sela cerita indah itu sudah dibubuhi ayah Dapir dengan nasehat dan filsafat di dalamnya yang Made Dapir rasakan telah membentuk jati dirinya kini. Jati diri yang diukir oleh ayahnya dengan halus dan pelahan-lahan semenjak ia masih kecil sehingga tanpa ia sadari telah mempengaruhi langkah-langkah hidupnya sampai I Made Dapir menggapai kejayaannya kini.
Masa kecilnya ia rasakan tidak kurang dari kebahagiaan. Meski hidup dalam kesederhanaan, namun penuh kasih sayang. Begitu manisnya seberkas kenangan itu terekam dalam ingatannya.
Ia bukan saja manja, namun telah terkenal sebagai bocah yang paling suka ngambek bila apa yang ia inginkan tidak terpenuhi. Seperti ketika ia menginginkan untuk melihat pertunjukan wayang pada malam hari di desanya. Kedua orang tuanya yang tidak mengijinkan untuk melihat tontonan itu sampai harus berupaya keras membujuknya serta mengalihkan perhatian Dapir agar ia lupa hingga akhirnya iapun tertidur. Keesokan harinya tepat pada pukul lima pagi saat ia terjaga dari mimpinya, iapun menjadi sadar akan pertunjukan wayang yang sudah ia lewatkan. Maka tak ayal lagi, ia segera saja menggunakan jurus ngambeknya, lengkap dengan tangisan India yang keras di tengah keheningan pagi yang masih buta itu. Walau sudah berulangkali dijelaskan bahwa pertunjukan wayang tersebut telah selesai, akan tetapi ia tidak semudah itu percaya, baginya semua itu baru diyakininya setelah ada bukti dan kenyataannya. Akhirnya, ditemani ayahnya, dengan membawa obor ia menuju ke tempat pertunjukan wayang itu berlangsung, yang ternyata memang telah usai. Baru setelah kenyataan di depan mata, ia dapat lega menerima dan pulang dengan puas.
Kebiasaan unik di masa kanak-kanaknya itu, akhirnya ia sadari mulai tidak mempan lagi, sebab suatu ketika ia terkena batunya sendiri karena di suatu ketika di saat ia sedang melantunkan aksi ngambeknya, ternyata sang ayah telah memiliki jurus ampuh untuk menanganinya yaitu dengan menjungkirbalikkan tubuh si Dapir kecil dan mengikat kedua kakinya di atas, tidak heran bila seketika itu juga ia menjadi jera untuk mengulanginya.
Makin bertambah usianya, I Made Dapir memulai pendidikan dasar di SD Sanur yang dilanjutkan di SMPN Denpasar dan pendidikan atasnya ia tempuh pada SMA Saraswati.
Setamat SMA, Dapir mulai mencoba mencari nafkah. Sebab mulai saat itu dirinya telah merasa harus bertanggungjawab, setidak-tidaknya pada dirinya sendiri.
Maka ia mencoba untuk menjadi petani sekaligus menjadi peternak ayam ras dan petelur, selainnya itu sebagai penopang kehidupan sehari-hari ia juga bekerja sebagai tukang kayu kepada orang yang membutuhkan tenaganya.
Sebagai seorang tukang yang bergelut dengan pekerjaan berat dan bermandi keringat, tidak membuat Dapir menyerah untuk lebih menguasai bidang pekerjaannya.
I Made Dapir menganggap kerja keras yang ia jalani ini adalah sebagian dari proses belajar. Benar saja, di dalam pekerjaanya, Dapir yang tamatan SMA itu lebih mahir berhitung dibanding rekan-rekan tukang lainnya yang kebanyakan dari mereka hanyalah lulusan sekolah dasar atau bahkan ada yang tidak bersekolah sama sekali.
Lambat laun dari seorang tukang kayu, Dapir mulai menjadi tukang ukur dan selanjutnya bisa menghitung perencanaan bangunan sampai kemudian ia mampu menempatkan dirinya pada posisi mandor bangunan.
Di saat tidak ada pekerjaan membangun untuk dirinya, maka otomatis rekan-rekannyapun ikut menganggur. Hal ini yang membuat Dapir menjadi lebih bersemangat untuk tetap terus memperoleh pekerjaan agar selalu dapat bekerja dan mendapat uang.
I Made Dapir mencoba terus untuk berjuang dan mengadu nasib. Harapannya tidak sia-sia, ia kembali mendapat pekerjaan yang masih sebagai mandor dalam beberapa proyek pembangunan hotel.
Di sinilah jurus berdagang warisan sang ibu ia manfaatkan. Dengan bersepeda gayung ia mengurusi seluruh material keperluan bangunan.
Sebelum perjuangannya ia lanjutkan, I Made Dapir berhenti sejenak untuk memberikan kesempatan untuk perasaan cintanya yang tertuju pada Nyoman Redani, gadis Bali yang masih ada hubungan keluarga dengannya.
Seiring semangat dan nuansa hari Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, ia mempersunting Nyoman Redani pada 5 Oktober 1973.
Tidak lama kemudian, Dapir mulai berpikir untuk menangani sendiri pekerjaan membangunnya itu. Dimulai dengan pembangunan SD Impres. Dari sinilah kehidupanya mulai meningkat. Hingga tahun 1974, I Made Dapir telah mampu membeli sebuah sepeda motor yang sekiranya akan digunakan untuk memperlancar gerak dan kiprahnya. Benar saja, denyut maraknya pembangunan di Bali mampu terdeteksi olehnya. Tanpa ragu dan tanpa modal, Dapir menghimpun tenaga tukang dan memperluas jaringan rekanan. Adapun untuk transportasi dan mengurus segala sesuatunya I Made Dapir melakukannya seorang diri. Tidak heran bila di tahun 1978, I Made Dapir telah berani mengibarkan bendera kecil sebuah badan usaha yang didirikan di rumahnya dengan nama CV. Tunas Jaya.
Sesuai namanya tunas inipun mulai mendapat hati dan kepercayaan di masyarakat karena mampu memberikan hasil terbaik dengan harga terendah dan kualitas pekerjaan yang terjamin. Walaupun pekerjaan mulai berdatangan menghampirinya, di awal rintisannya dalam mengelola CV. Tunas Jaya yang menampung sedemikian banyak tenaga tukang, membuat Made Dapir di setiap hari raya selalu kehabisan uang yang disebabkan oleh uang yang ada dibagikan kepada para tenaga dan pegawainya sebagai uang hak mereka di hari raya. Tetapi keadaan itu tetap membuatnya tersenyum bahagia.
Tahun demi tahun berlalu, perusahaan yang ia pimpinpun semakin menanjak naik. Dengan didukung keahlian dalam perawatan dan pemeliharaan hotel, CV Tunas Jaya menawarkan jasa dengan modal kepercayaan.
Gayung bersambut, iapun memperoleh kepercayaan untuk pemeliharaan sebuah hotel. Kepercayaan yang didapatnya sungguh-sungguh ia jaga dan tanggung jawab pekerjaan yang ia terima, ia kerjakan dengan sebaik mungkin. Sehingga proyek pemeliharaan pertamanya di Hotel Bali Hyatt terselesaikan dengan gemilang dan sontak melambungkan namanya sebagai pengusaha terpercaya dibarengi dengan munculnya permintaan pemeliharaan hotel seperti Hotel Sanur Beach, Nusa Dua Beach dan hotel-hotel lainnya.
Dari ruangan kantornya yang berukuran 3 m X 3 m ini dan dengan karyawan yang hanya tiga orang, Dapir dengan segala upaya menggiatkan usahanya, sampai tidak berselang lama Dapir memutuskan untuk berpindah tempat lagi di jalan Tukad Bilok yang kantornya hanya berukuran 6 m X 6 m dengan karyawan yang kini menjadi enam orang dan mulai berani mengikuti tender di tahun 1980.
Lagi-lagi ia berhasil memperoleh tender-tender yang diharapkannya seperti perbaikan jalan Batubulan hingga Payangan dan jembatan Tukad Kambing di Singaraja.
Titik terang mulai tampak bersinar. Tahun 1982, Dapir diberikan kepercayaan untuk merenovasi Hotel Bali Hyatt dengan pekerjaan renovasi 400 kamar yang bernilai satu juta dolar Amerika.
Hasil pekerjaannya dinilai cukup memuaskan sedangkan I Made Dapir kini telah memiliki cukup modal untuk lebih kokoh berdiri dan menyambut proyek raksasa lainnya.
Dan di tahun inilah ia merubah CV Tunas Jaya menjadi Perseroan Terbatas dan juga menjalin hubungan dengan pemasok-pemasok dari luar negeri.
Dua tahun kemudian, tepatnya tahun 1984, PT. Tunas Jaya Sanur berpindah tempat di kawasan Sanur dengan karyawan yang jumlahnya telah mencapai dua puluh orang.
Sepanjang perjalanan waktu, perusahaan dalam pengelolaan I Made Dapir ini mulai menunjukkan arah pasti yang sangat menjanjikan, ia mulai mengatur perusahaannya dengan manajemen profesional, hingga tahun 1989, PT. Tunas Jaya memperoleh kepercayaan menggarap pekerjaan pembangunan Hotel Amandari di Ubud.
Proyek exclusive ini semakin menempatkan nama perusahaannya melambung tinggi, terkenal dan cukup diperhitungkan.
Bersamaan dengan makin sohor perusahaan yang ia pimpin, Dapir kembali memindahkan usahanya ke jalan By. Pass Ngurah Rai di tahun 1992. Kali ini dengan karyawan yang telah mencapai ratusan orang.
Ketenaran ini bukanlah sekedar isapan jempol belaka, karena tidak lama kemudian mulai berdatangan permintaan membangun hotel kepada perusahaannya. Dan yang paling membuat I Made Dapir kewalahan dan nyaris tidak dapat berhenti berpikir adalah kepercayaan untuk menggarap proyek di hotel Four Season, Ubud yang senilai tiga puluh juta dolar Amerika di tahun 1995, dan disusul proyek-proyek besar lainnya seperti Hotel Oberoi di Lombok dan Hotel Melia Benoa.
Proyek besar yang terus dipercayakan pembangunannya pada PT. Tunas Jaya Sanur selalu memuaskan dengan hasil yang terbaik dan bermutu tinggi.
Pantaslah bila PT. Tunas Jaya juga dipercaya tidak saja di Bali dan di Lombok namun hingga mampu menembus Ibu Kota Negara dengan menggarap proyek tower lantai tiga puluh di Jakarta tahun 1997.
Dengan semboyan selalu menjadi yang terbaik, I Made Dapir membawa PT. Tunas Jaya Sanur pada masa gilang gemilang dan kejayaan dengan menyandang predikat lima besar seluruh Indonesia.
Meskipun memasuki masa krisis moneter dewasa ini, namun dengan manajemen yang handal ia mampu menepis prahara nasional dalam tubuh perusahaannya.
Karena dengan perhitungan dan pengalaman yang matang, seiring dengan langkah pasti, berbekal filsafat dongeng kejayaan masa kecilnya, I Made Dapir dengan pasti menyongsong hari sebagai putra Bali yang berhasil.
DATA PRIBADI
Nama : I Made Dapir
Tempat/
Tanggal Lahir : Sanur, Bali 1949
Agama : Hindu
Pekerjaan : Pengusaha Kontraktor
Alamat : Jl. Tirta Ening No. 6 Denpasar
Alamat Kantor : PT. Tunas Jaya Sanur
Jl. By. Pass Ngurah Rai No. 50 XX
Pendidikan
Formal : – SD Sanur
– SMPN Denpasar
- SMA Saraswati
Pernah Aktif : Olah Raga Bela Diri KEMPO (Juara Bali)
Menikah : 5 Oktober 1973
Nama Istri : Nyoman Redani
Jumlah Anak : 3 Orang
Lagu Kenangan : Flamboyan
Warna Favorit : Coklat
Semboyan
Hidup : Menjadi yang Terbaik
Leave a Reply