Drs. I Nyoman Gede Astina, M.Pd
DI BALIK KEAJAIBAN BERDIRINYA
LUMBUNG ILMU PERHOTELAN
Mimpi dan khayalan bagi sebagian orang, datang dan pergi begitu saja, namun tidak bagi I Nyoman Gede Astina. Ia merengkuh mimpinya, berkeras dengan segala daya, mengejar dan mewujudkannya menjadi nyata.
Dialah yang kini tercatat di garda paling depan pembuka gerbang berdirinya Sekolah Perhotelan Bali yang mampu menampung ratusan pelajar untuk digembleng melalui pendidikan Pariwisata dan Perhotelan sehingga menjadikan para generasi penerus ini lulus berkualitas sebagai praktisi yang berpotensi dan berdaya saing tinggi dalam pengelolaan segala sektor pariwisata di dunia.
Sosok optimistis ini lahir di Denpasar, 19 Oktober 1952 dari rahim Ni Luh Ribeg, sebagai anak ke tiga dari enam bersaudara.
I Made Meregeg ayahnya adalah seorang polisi yang di sepanjang karirnya selalu berpindah-pindah tugas dari daerah satu ke tempat yang lain.
Setelah kelahiran Astina, I Made Meregeg mulai bertugas di daerah Tabanan dan tinggal di Asrama Kepolisian.
Suasana asrama yang sempit dengan kebanyakan penghuni dewasa tentu tidak cukup layak untuk ditinggali bersama anak-anak yang masih terlalu kecil dan membutuhkan tempat bermain, berbaur sesama anak dan tumbuh kembang alami sebagaimana anak pada umumnya.
Atas pertimbangan itulah, I Made Meregeg memutuskan menitipkan Astina dan kakak-kakaknya yang sudah mulai menginjak bangku sekolah untuk tinggal bersama kakek-nenek mereka di kampung.
Sejak bersekolah di SD 1 Tonja, mulai saat itulah Astina menetap di desa Tonja Denpasar, tinggal bersama kakeknya yang seorang pemangku (pendeta) di desa itu.
Tidak ada yang istimewa terjadi di sana selain suasana desa yang akrab dengan kebersamaan, kerukunan dan kebersahajaan penduduk desa yang hampir kesemuanya petani.
Sepulang sekolah Astina pun sering membantu di sawah, membersihkan rumput liar, mengatur perairan atau terkadang sibuk mengusir burung dan bahkan bergotong royong bersama penduduk desa saling membantu menanami lahan dengan sistem gilir.
Di sinilah sejak kecil rasa kepedulian, kerukunan dan semangat gotong royong itu tertanam dan terpupuk mengasah kemandirian Astina sedari dini, hingga siapa sangka setelah ia tumbuh dewasa, kepribadian akan kebersamaan yang kemudian matang itupun menjadi cikal bakal terwujudnya cita-cita yang nyaris mustahil nyata.
Waktu bergulir cepat dan tak terasa Astina telah duduk di bangku sekolah menengah pertama di SMP 1 Denpasar. Kala itulah seperti biasa sepulang sekolah dan setelah segala aktivitasnya di sawah, Astina dan teman-temannya mandi sore bersama di sungai desa Tonja. Namun kali ini perhatian Astina terarah pada seseorang yang juga tengah asyik mandi berlumuran busa harum tak jauh dari tempatnya merendamkan diri di sungai desa Tonja yang mengalir bening menjadi tempat pemandian masyaratnya.
Sosok yang diperhatikan Astina itu adalah seorang pemuda desanya juga yang bekerja di Hotel Bali Beach Sanur yang baru saja di buka.
“Wah…. hebat sekali seorang pegawai hotel itu, bisa mandi dengan sabun berbusa yang harum luar biasa”, demikian Astina menyimpan kekaguman pada pekerja hotel sambil tangannya sibuk mencari bubuk pasir untuk dipakainya mandi dan gosok gigi.
Setamat SMP, Astina melanjutkan di SMA Negeri 2 Denpasar hingga lulus di tahun 1970 dan langsung masuk Akademi Perhotelan Pariwisata untuk memburu cita-citanya menjadi pegawai hotel.
Menjelang akhir pendidikannya, Astina memulai masa pelatihan kerja (training) di Sea Side Cottage hingga lulus dan terus bekerja di sana sebagai Bar Waiter sampai kemudian Sea Side Cottage diambil alih oleh Bali Beach Hotel dan menjadikan seluruh karyawannya termasuk Astina sebagai karyawan Bali Beach Hotel.
Sekian tahun mengabdi di Bali Beach Hotel, posisi dan jabatan Astina tidak pernah mengalami peningkatan karir atau posisi yang lebih baik. Stagnasi itulah yang kemudian mengusik niatnya untuk mundur dari Bali Beach dan memilih pindah bekerja sebagai dosen di BPLP pada bidang study Manajemen Tata Hidangan mulai tahun 1983.
Di BPLP (sekarang Sekolah Tinggi Pariwisata) inilah Astina merasa bahwa jenjang pendidikan sangat diperhitungkan dalam menentukan karir kerja, oleh karena itu di tahun 1984 ia mengambil kuliah di Universitas Warmadewa pada Fakultas Sastra Inggris hingga diwisuda tahun 1989, namun dalam kurun waktu itu, Astina berkesempatan juga menempuh pendidikan summer course di Amsterdam Belanda pada tahun 1985.
Dalam kehidupan pribadi, I Nyoman Gede Astina yang telah menikahi Made Ardani sejak tanggal 4 April 1978 ini rupanya cukup gigih mengembangkan potensi dirinya untuk dapat mensejahterakan keluarga yang ia cintai.
Kemampuannya mengenal masakan ia kembangkan dengan membuka Restaurant di Sanur yang dikelolanya dengan total.
Padatnya waktu bukan alasan bagi Astina untuk memberikan yang terbaik bagi ketiga anak dan Made Ardani istrinya.
Astina tidak pernah mengeluh kendati di pagi-pagi buta ia harus sudah terjaga untuk pergi ke pasar berbelanja keperluan restorannya dan lalu bergegas berangkat bekerja sebagai dosen BPLP Nusa Dua.
Sepulangnya dari bekerja ia harus segera berada di kampus Warmadewa untuk kuliah yang telah 30 menit terlambat diikutinya.
Selepas waktu dari kampus, Astina harus langsung meluncur ke Sanur untuk mengelola restorannya hingga tutup jam 11 malam atau tak jarang sampai pukul 1 dini hari.
Saat itulah ia baru bisa kembali ke rumah untuk istirahat dan kembali bangun dengan aktivitas yang sama.
Memasuki tahun 1994, BPLP ditingkatkan klasifikasinya menjadi Sekolah Tinggi Pariwisata (STP) yang menuntut para dosennya menyesuaikan kualitas pendidikan mereka. Di saat itulah Astina memutuskan mengambil pendidikan pasca sarjana di Universitas IKIP Malang Jawa Timur, memilih jurusan Teknologi Pembelajaran dan lulus Coumlaude dengan Indeks Prestasi 3,67 di tahun 1997.
Selama mengabdi sebagai dosen di Sekolah Tinggi Pariwisata Nusa Dua, Astina kemudian menyaksikan sebuah keprihatinan di mana pada tiap pendaftaran mahasiswa baru, STP Nusa Dua tidak mampu menampung tingginya antusias pelajar yang ingin menimba ilmu kepariwisataan.
Dari 1500 sampai 2000 pendaftar di STP Nusa Dua hanya sekitar 500 siswa saja yang diterima masuk sebagai mahasiswa di sana. Fenomena ini tentu menyisakan kegelisahan pada diri seorang pengajar seperti Astina.
Ia merasa betapa banyak pelajar yang kemudian harus menggantungkan cita-citanya di sektor kepariwisataan karena tidak memperoleh bangku di sekolah kepariwisataan yang berkualitas seperti STP Nusa Dua yang diunggulkan sebagai sekolah pariwisata.
Sejak saat itulah Astina mulai bermimpi membuat sekolah serupa STP yang dapat menampung lebih banyak siswa.
Mimpi itupun ia sampaikan kepada rekan-rekan sesama dosen pengajar di STP Nusa Dua yang kemudian turut tergugah dan tergerak untuk mendukungnya.
Rupanya semangat kebersamaan dan gotong royong yang sejak kecil telah diadopsinya kini sungguh bermanfaat untuk saling bekerjasama membidani lahirnya sekolah perhotelan sebagai lumbung pendidikan pariwisata baru di Bali.
- *) Astina bekerja di Bali Beach tahun 1975
- Menikahi Made Ardani tahun 1978
- Menempuh pendidikan summer course di Amsterdam Belanda pada tahun 1985
Astina pun akhirnya mencoba menempuh jalan negosiasi dengan pihak SMK 5 dengan janji akan melakukan pembenahan dan penataan diberbagai tempat berikut membangun sarana-prasarana perkuliahan
untuk kepentingan sekolah perhotelan seperti laboratorium, dapur dan lain sebagainya.
Tidak diduga, keajaibanpun akhirnya datang, penawaran itu disambut baik oleh Drs. I Made Sucipta kepala sekolah SMK 5 pada waktu itu dan bergulir dengan pelaksanaan penataan gedung SMK dan pembangunan beberapa sarana prasarana sebagaimana telah Astina janjikan.
Tidak lama berselang dari disepakatinya kerjasama ini dan dibarengi dengan telah rampungnya pembenahan di SMK 5, tepatnya pada tahun 2000, Astina dan para dosen yang telah mendirikan Yayasan Dharma Widia Ulangun pada tanggal 27 Maret 2000 mengibarkan bendera berdirinya Sekolah Perhotelan Bali yang dikelola oleh yayasan dengan menampung siswa perdananya sejumlah 180 orang.
Kendati tempat yang dimanfaatkan sekolah perhotelan ini adalah gedung SMK yang terbilang tua, namun Astina dan para dosen tetap berusaha bertahan dan terus menerima mahasiswa baru.
Pada periode tahun 2001-2002, sekolah ini menampung 303 orang pelajar dan tahun 2002-2003 sebanyak 280 orang, dan selanjutnya di tahun 2002-2004 menerima 208 siswa baru.
Melihat tingginya minat para pelajar pada sekolah perhotelan yang tidak didukung dengan keberadaan tempat yang memadahi, maka akhirnya Astina dan seluruh anggota Yayasan memutuskan untuk menyewa tempat di Hotel Nikki sebagai kampus baru Sekolah Perhotelan Bali pada periode 2004-2005 dengan jumlah siswa 356 orang.
Genap satu tahun di Hotel Nikki, Yayasan merasa cukup besar mengeluarkan biaya sewa tempat untuk kelangsungan perkuliahan.
Kembali akhirnya, Astina mencari akal untuk dapat meneruskan eksistensi Sekolah Perhotelan Bali dengan memiliki tempat sendiri, yang kebetulan di saat itu, Astina bersama Yayasan Dharma Widia Ulangun telah membebaskan tanah seluas 80 m2 di jalan Kecak No. 12 Gatot Subroto Timur, Denpasar yang sebagian merupakan aset Astina dan sebagian lainnya adalah dana patungan yang dikumpulkan para dosen STP dari 8 sertifikat tanah hak milik yang dijaminkan pada pihak Bank.
Waktu berjalan terus, dan Astina berupaya keras mengajukan permohonan dukungan pihak perbankan untuk mengucurkan pinjaman guna pembangunan gedung sekolah.
Namun hingga batas waktu menjelang penerimaan mahasiswa baru tiba, tidak ada satupun tanda-tanda dari pihak Bank akan mencairkan dananya.
Kali ini sungguh-sungguh Astina berharap akan datang lagi satu keajaiban bagi sekolah perhotelan yang dirintisnya.
Dan akhirnya, harapan itupun berbuah nyata, keajaiban datang lagi menyapanya. Sebuah perusahaan kontraktor berbendera PT. Slipi Raya Utama milik Ir. Nyoman Suarjana bersedia mempercayai untuk membangunkan gedung sekolah berlantai 2 tanpa adanya jaminan waktu pembayaran yang pasti.
Gedungpun dibangun, dan sejak saat itulah, Sekolah Perhotelan Bali (SPB) telah membuka penerimaan siswa baru dan menerima 605 orang calon mahasiswa di atas lahan yang belum rampung itu, sementara di sisi lain I Nyoman Gede Astina tengah berpacu dengan waktu mengupayakan pencairan pinjamannya pada pihak bank secepat mungkin untuk dapat melunasi biaya pembangunan gedung yang akan segera rampung.
Syukurlah tepat di detik-detik terakhir waktu yang diharapkan untuk menyelesaikan semua pembayaran, pihak bank akhirnya mengucurkan dananya dan Astina pun berhasil menuntaskan segala kewajiban pada PT. Slipi Raya Utama.
Selanjutnya dengan dana yang kemudian telah dikelola oleh Yayasan Dharma Widia Ulangun, Sekolah Perhotelan Bali/SPB pun mengembangkan pembangunannya menjadi 4 lantai dengan beberapa bangunan baru dan fasilitas yang sangat memadai yang dengan seketika menjadi sekolah pariwisata favorit di Bali saat ini dengan mampu menampung tidak kurang dari 728 siswa pada periode tahun 2006-2007.
Dengan gedung yang megah berkualitas, sekolah SPB yang diyakini mampu mencetak profesional di bidang kepariwisataan ini begitu mengusik minat para petinggi kapal pesiar Miami, Amerika Serikat untuk datang langsung mengunjungi ke sekolah ini.
Bahkan Wakil Menteri Tenaga Kerja Malaysia dan utusan UNESCO dari PBB serta praktisi pariwisata di dunia berkesempatan datang melihat langsung aktivitas sekolah ini dalam mencetak lulusan-lulusan berkualitas.
Namun siapa menduga lumbung besar wadah ilmu perhotelan yang bergengsi ini terbangun dan menjadi besar dari rentetan keajaiban.
family picture
DATA PRIBADI
Nama : Drs. I Nyoman Gede Astina, M.Pd
Tempat/
Tanggal Lahir : Denpasar, 19 Oktober 1952
Agama : Hindu
Profesi : – Dosen
– Pengusaha (Jegeg Cafe & Bagus Cafe)
- Direktur Sekolah Perhotelan Bali
Alamat kantor : Sekolah Perhotelan Bali
Jl. Kecak N0. 12 Gatot Subroto Timur – Denpasar
Nama Istri : Made Ardani, Ss
Jumlah anak : 3 orang
Hobby : Olah Raga (sepak bola dan Bulu tangkis)
Lagu kenangan : May Way
Semboyan : Syukuri Apa Adanya & selalu membantu orang lain
Pesan : Generasi muda Bali harus mempersiapkan diri
melalui berbagai ketrampilan, pengetahuan dan
sikap positif untuk menyambut persaingan
global yang semakin ketat.
Leave a Reply