Ir. I Gede Agus Hardiawan
DEDIKASI ENTREPRENEUR BALI MEMBANGUN INDONESIA
“MENJADI TUAN DI NEGERI SENDIRI”
Fatalisme adalah suatu kepercayaan bahwa segala sesuatu di dalam hidup manusia sudah ditentukan terlebih dahulu dan tidak dapat dielakkan oleh manusia itu sendiri, yang kemudian dapat diartikan bahwa takdir nasib manusia sepenuhnya tidak dapat berubah dan diubah oleh apapun juga.
Sebagian orang memang meyakini kepercayaan ini, namun tidak bagi Ir. I Gede Agus Hardiawan, pria kelahiran desa Penyaringan Negara ini lebih tertantang untuk selalu berusaha merubah kegagalan menjadi suatu keberhasilan, hingga iapun kini tercatat sebagai raja retail business di Bali dengan 24 outlet Retailnya yang terdiri dari 10 Supermarket, 9 Depstore, 2 Gourmet, 2 Craft market, dan 1 Hardware, juga memiliki 16 Pusat Perbelanjaan/Shopping Malls yang tersebar di kabupaten dan Kotamadya di Bali dan Jawa Timur bahkan telah ekspansi keluar Bali memasuki Banyuwangi, Jember, Probolinggo & Kediri (Jawa Timur) dan terus berkembang hingga saat ini, tahun depan akan buka di kota Mataram, Lombok, Nusa Tenggara Barat.
Pemuda ajaib ini memulai debutnya dalam bisnis retail bermodalkan keberanian, keyakinan, kerja keras dan sejumlah dana pinjaman dari sekedar kepercayaan.
Inilah sekupas kisah unik, menarik dan heroik dari ketangguhan seorang pemuda dalam menjemput mimpinya untuk berjaya dalam babad karma kehidupannya kini.
Di malam pada hari Jum’at Kliwon, 26 Mei 1972, lahir dari rahim Ni Ketut Susilawati Astuti, bayi laki-laki anak pertama dari buah perkawinannya bersama I Wayan Nastra. Anak inilah yang kemudian diberi tanda nama I Gede Agus Hardiawan yang lalu menjadi sulung bagi ke empat adiknya kemudian.
Dalam sebuah kesempatan upacara spiritual kelahirannya di Bali, tersebutlah secara niskala sosok tumitis / yang bersemayam dalam tubuh Gede Hardy adalah sosok kakeknya almarhum yang semasa hidup dulu pernah berjanji tiada akan lama pergi meninggalkan Ni Ketut Kirti (Neneknya, Almarhum) istrinya dalam kesendirian.
Dan rupanya janji itu ditepati dengan tumitis pada Gede Hardy sebagai wujud reinkarnasi yang menyatu dalam raga cucu lelakinya.
Kisah historikal inilah yang kemudian seolah menjadikan Ni Ketut Kirti (neneknya, Almarhum) begitu menyayangi Gede Hardy dibanding anak dan cucu-cucu yang lain. Tidak sejenakpun Gede Hardy boleh berpisah darinya kemanapun neneknya, cucunya selalu dibawa bahkan demikian besar rasa sayang nenek ini pada sang cucu, sampai konon tersebut kisah bahwa Gede Hardy acapkali disusui oleh neneknya dengan seadanya saja, dengan memberikan buah pisang yang ada di sekitar kebunnya.
I Gede Agus Hardiawan berpose di atas motor ayahnya
Situasi demikianlah yang menjadikan Gede Hardy lalu tumbuh dengan mengenal Ni Ketut Kirti bukan sebagai nenek melainkan sebagai meme’ / ibunya.
Masa kecil Gede Hardy mungkin jauh lebih akrab ia jalani bersama neneknya, kendati sesungguhnya perhatian dan hubungan dengan ayah dan ibu kandungnya juga tidak kurang ia dapatkan mengingat mereka masih tinggal di dalam satu lingkup pekarangan sebagaimana tatanan rumah tradisional Bali.
Keluarga ini adalah keluarga petani dan pedagang, baik nenek ataupun ayah Gede Hardy, setiap hari lekat berhubungan dengan aktivitas perkebunan dan perdagangan.
Ayahnya yang petani cengkeh, kopi, vanili dan bermacam hortikultura lainnya dengan lahan berhektar-hektar kemudian berkembang menjadi pedagang pengumpul hasil panen di sekitar desa, adapun ibunya yang seorang guru sekolah dasar masih lagi memiliki usaha sampingan berjualan perhiasan emas yang lambat laun berhasil memiliki toko sendiri di pasar kota Negara.
Sejak kecil itulah Gede Hardy selalu tanpa disadari terlibat dan dilibatkan dalam berbagai aktivitas perkebunan dan juga perdagangan. Dari neneknya, ia mengenal apa yang kini diistilahkan dengan “Last No Least”, terakhir tetapi tetap berguna, yang maksudnya adalah; memanfaatkan dan tidak menyia-nyiakan yang terakhir atau dapat juga diartikan; ‘segala sisa pasti dapat berguna’.
Foto kenangan Gede Hardy bersama nenek tercinta.
Neneknya memberi contoh Gede Hardy dengan mengajaknya terlibat langsung dalam aktivitas panen pisang manakala musimnya tiba, ia dengan neneknya yang tangguh mengumpulkan seluruh pisang di kebun untuk kemudian diangkut truk oleh para pemborong pisang yang datang dari Denpasar, Negara atau daerah lainnya. Tentu saja ada pisang-pisang yang disortir mereka sehingga tidak semuanya terjual, namun bukan berarti pisang yang terakhir ini kemudian terbuang sia-sia melainkan dengan cekatan pisang sortiran itu kemudian diolah menjadi pisang goreng dan hasilnya dititipkan di warung-warung untuk dijual, “semuanya laku, tidak sedikitpun yang terbuang percuma, bahkan sampai pisang yang terjelekpun dapat dimanfaatkan menjadi produk bernilai jual”.
Moment semacam inilah yang tanpa disadari telah membangun kepribadian Gede Hardy untuk mulai belajar lebih dini mengenal dunia usaha dan dididik untuk cermat dan tanggap pada setiap keadaan dan peluang.
Tanpa terasa, Gede Hardy yang sudah duduk di bangku Sekolah Dasar di SDN 2 Penyaringan berhasil menuntaskan pendidikannya dengan nilai yang terbilang cukup bagus. Karena selalu masuk tiga besar, bahkan tidak jarang rangking satu di kelasnya. Maka atas pertimbangan itulah ayahnya berkeinginan untuk mencari sekolah lanjutan terbaik di tingkat menengah pertama untuk putra sulung lelakinya yang mulai beranjak dewasa.
SMPN 1 di kota Negara menjadi pilihannya walaupun berjarak lumayan jauh dari rumahnya. Sehari-hari angkutan umum dari desanya menuju kota Negara hanya ada setiap pukul 11.00 wita dan kebetulan saja siswa kelas 1 di sekolah itu mendapat jatah masuk siang.
Hari-hari pertama sekolah di kota, Gede Hardy sempat terperangah melihat kemajuan pendidikan anak-anak di kota Negara, mereka semua rata-rata sudah sangat fasih berbahasa nasional bahkan bahasa Inggris sedangkan dia terlihat kolot dan belum lancar berkomunikasi menggunakan bahasa Indonesia.
Akan tetapi rentang beda ini tidak menjadikan Gede Hardy minder beradaptasi, justru sebaliknya, situasi yang demikian malah memacu semangat kompetisinya untuk berprestasi.
Dengan modal kecerdasan dan tekad untuk mengadaptasikan kemampuan pendidikannya sebagaimana lazimnya anak kota, Gede Hardy terbilang cermat memanfaatkan waktu luangnya dengan tekun belajar kendati dia tidak banyak memiliki tenggang waktu setelah aktivitas padatnya di perkebunan.
Pagi-pagi sekali, di saat matahari baru memancarkan sinarnya, Gede Hardy sudah tampak di antara rerimbunan vanili melakukan penyerbukan bunga vanili. Tangan mungilnya begitu terampil mengurut satu persatu kuncup vanili dan terus tanpa henti melakukan penyerbukan hingga dalam sehari bunga yang mekar/kembang mencapai 4.000 s/d 5.000 bunga vanili.
Kegiatan ini dilakukannya sesigap mungkin sampai tiba waktu menjelang sekolah.
Tanpa banyak membuang waktu, dengan penampilan lengan, leher dan kakinya yang terlihat merah merona digigiti nyamuk perkebunan, Gede Hardy bergegas berangkat mengejar angkutan pedesaan yang hanya lewat sekali saja itu menuju Negara.
Di sekolah mata pelajaran eksak sangat diminati Gede Hardy, Matematika, Fisika dan segala ilmu pasti dapat cepat dicerna dan dimengertinya, sehingga walau pada semester satu ia hanya mampu berada di ranking 28 dari 45 siswa, namun karena daya tangkap dan kemampuan memahami materi pelajaran di sekolah cukup tinggi, di semester berikutnya ia mulai merayap diurutan/ranking belasan dan di semester berikutnya lagi Gede Hardy sudah selalu bertengger di ranking satu.
Keberhasilan pendidikannya ini memang terlihat mulai meningkat pesat setelah sang nenek merelakan Gede Hardy pindah tinggal di kota Negara agar lebih dekat menuju sekolahnya.
Walau cukup berat berpisah dengan cucu kesayangannya, namun demi untuk memudahkan Gede Hardy belajar dan sekolah, akhirnya restu didapat juga dan memang benar, pengorbanan itu menjadi tidak sia-sia setelah melihat hasil kelulusan di SMP pada Nilai Ebtanas Murni (NEM), Gede Hardy memperoleh kumulatif nilai 49 dengan rata-rata lebih dari 8. Prestasi Gede Hardy ini jelas membiaskan kebanggaan luar biasa di keluarga, maka sebagai orang tua, ayahnya menjadi semakin bersemangat untuk menyekolahkan Gede Hardy ke kota Denpasar di sekolah yang terbaik yang ada di waktu itu.
Jadilah kemudian Gede Hardy merantau di Denpasar dan masuk menjadi siswa di SMAN 3 Denpasar.
Di Denpasar Gede Hardy tinggal indekos di sebelah sekolahnya, dan di hari pertama masuk sekolah menengah atas ini sejarah kembali berulang. Gede Hardy lagi-lagi terperangah melihat kenyataan bahwa ternyata NEM terendah yang ada di kelasnya adalah 51 padahal di Negara NEM-nya yang 49 sudah terbilang sangat tinggi.
Maka tidak ada pilihan lain bagi Gede Hardy selain harus berjuang beradaptasi kembali, memacu kemampuannya untuk bersaing meraih prestasi di sekolah.
Hasilnya hampir sama dengan waktu Gede Hardy masih di bangku SMP dulu, kali ini di kelas 1 dalam tahap penyesuaian ia berada ranking urutan 29, di semester dua mulai menuju ranking belasan dan di kelas dua hingga kelas tiga mulai selalu berada di antara ranking 3 besar, bahkan nilai NEM matematika mendapatkan nilai sempurna 10, bukti kecerdasannya.
Selama masa itulah, wawasan Gede Hardy melihat peluang usaha mulai terbuka, ia mendengar ada perusahaan bernama ‘Panamas’ di jalan Diponegoro Denpasar menerima pasokan cengkeh. Informasi ini segera diturutinya dengan mengambil beberapa contoh cengkeh hasil perkebunan para kolega ayahnya di Negara untuk ditawarkan di sana.
Rupanya upaya Gede Hardy ini tidaklah percuma, harga beli pihak Panamas memberikan nilai surplus untuknya.
Jadi tanpa ragu lagi usaha tanpa modal ini mulai ia jalankan dengan mengangkut hasil cengkeh dari Negara dan memindahkannya ke gudang Panamas di Denpasar. Hasilnya terbilang cukup besar, dengan hanya menjadi jembatan antar petani dan pembeli, dalam satu minggu Gede Hardy yang masih siswa kelas 1 SMA ini mengantongi keuntungan kurang lebih Rp.200.000,-. s/d Rp.300.000,-.
Dengan hasil wirausaha yang lumayan itu, setiap hari Gede Hardy tidak bosan-bosannya memuaskan diri menonton film di bioskop yang merupakan hobbynya dan sisa lainnya lebih sering ia habiskan untuk membeli perlengkapan sekolah dan juga satu buah tape mini compo merk Sony type FH 909 yang paling canggih pada saat itu (tahun 1989) berikut raket bulu tangkis yang berharga mahal demi melanggengkan hobby olahraganya.
Tahun 1990, Setamat SMA, Gede Hardy yang suka mata pelajaran eksak ini memilh mendaftarkan diri di Teknik Industri (TI) ITB Bandung dan sebagai wujud ketertarikannya di dunia usaha iapun juga mendaftar di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Kedua perguruan tinggi ini menerimanya, namun melalui berbagai pertimbangan Gede Hardy lalu memilh Teknik Industri ITB Bandung dan melakoni kuliah di bumi Pasundan.
Selama kuliah di Bandung Gede Hardy terpikat pada investasi property di kala ia melihat sebuah kawasan yang digarap oleh salah satu pengembang di sana.
Ketertarikannya berujung dengan niatan memiliki salah satu rumah seharga total Rp.350.000.000,- di areal itu. Jadilah kemudian untuk menuruti keinginannya iapun memberikan uang muka pembelian rumah sebesar Rp. 100.000.000,- yang diperoleh dari pinjaman KMK ayahnya di Bank BRI.
Dalam waktu singkat rumah di kawasan itupun habis terjual, namun belakangan Gede Hardy malah mulai berfikir untuk mengurungkan niat memiliki rumah di kawasan elite ini.
Ia menyadari bahwa keberadaannya di Bandung sebagai mahasiswa belumlah cukup mampu untuk mencicil rumah mewah tersebut, dan mungkin saja nanti rumah yang dibelinya justru akan menambah beban baru bagi kedua orang tuanya.
Dengan kesadarannya, Gede Hardy menjual kembali calon rumahnya pada seseorang dari Jakarta dan menariknya ia malah mendapat untung sebesar Rp. 90.000.000,-.
Dengan modal keuntungan inilah Gede Hardy kemudian meneruskan bisnis property sembari menekuni kuliahnya hingga berhasil lulus di tahun 1995.
Masa-masa menjelang akhir perkuliahannya di ITB Gede Hardy sering bolak balik Bandung-Bogor, menengok sang pacar Ni Ketut Rukmini (istrinya sekarang), sekalian berkesempatan mengunjungi peternakan Sapi di Tapos yang memamerkan peluang keuntungan besar mengingat tingkat pertumbuhan sapi di sana yang tergolong pesat.
Tertarik pada keuntungan di bidang peternakan tersebut mendorong Gede Hardy segera mendirikan peternakan sendiri di Negara setelah sebelumnya mendatangkan rumput jenis raja / king grass sebagai pakan ternak langsung dari Tapos Bogor yang ditanam di atas lahannya di Negara seluas lebih dari 5 hektar.
Semangat mudanya yang menggebu membuat ia berani untuk langsung mendirikan kandang sapi seharga Rp 40.000.000,- berdaya tampung 120 ekor dengan modal yang diperoleh dari orang tuanya di tambah kredit/pinjaman Rp. 100.000.000,- dari PT.Sarana Bali Ventura (PT.SBV) yang dikelola oleh Wayan Ramantha (sekarang pemilik PT. Triperindo). Gede Hardy juga menghimpun para petani ternak untuk turut serta beternak sapi dengan mendirikan kelompok ternak “Raja Ternak”.
Setelah jadi, peternakan miliknya tidak tanggung-tanggung diresmikan oleh Ida Bagus Oka sebagai “Gubernur Bali” kala itu. Namun dalam operasional, kemudian Gede Hardy mengevaluasi adanya kesalahan analisa kelayakan yang berdampak buruk bagi perkembangan peternakan yang telah banyak menelan modal ini.
Di Tapos, Sapi yang digunakan adalah sapi unggul jenis Brahman / Sapi unggul, sedang di Bali peternakan hanya diizinkan memelihara sapi ‘lokal’, jadi tentu saja tingkat pertumbuhan sapi ini jauh lebih lamban / rendah dibanding tingkat pertumbuhan sapi jenis unggul.
Tahun pertama peternakannya hanya mencapai break event point/ titik impas untuk memenuhi biaya operasional, tahun selanjutnya kembali demikian dan tahun ketiga Gede Hardy mulai merasakan adanya kerugian, di samping sepanjang bulan selama memelihara sapi ini ia harus terjun kerja keras menyabit rumput memberi pakan sapi-sapinya di saat para karyawannya izin libur selama beberapa hari, kala memasuki hari raya. Selain itu juga karena jarak yang cukup jauh untuk memonitoring usaha peternakannya (peternakan di Jembrana Bali, sementara Gede Hardy bekerja di Toyota Astra Motor/TAM, Sunter, Jakarta, sejak penyusunan tugas akhir sarjananya).
Gede hardy sempat bekerja di Toyota Astra Motor selama 8 bulan, di Toyota Gede Hardy sangat merasa ditempa dengan sistem kerja Jepang, karena kebetulan selama disana Gede Hardy menjadi asisten dari Mr. Takahashi (orang Jepang yang dikirim dari Toyota Motor Corporation/ TMC Holding Jepang) untuk meneliti dan memperbaiki kinerja assembly Plant Toyota Indonesia. Pada saat di Toyota inilah Gede Hardy belajar etos kerja orang Jepang digembleng oleh atasan Jepangnya dengan setiap hari masuk kerja jam 07.00, dan pulang kerja jam 23.00 untuk meneliti, menganalisa, mengevaluasi dan menemukan solusi dari segala permasalahan Assembly Plant Toyota Indonesia. Gede Hardy juga belajar dengan sangat detail prinsip-prinsip KAIZEN yaitu perbaikan tiada henti (perbaikan terus menerus/ berkesinambungan). Setalah 8 bulan lulus kerja training, Gede Hardy direkomendasi oleh atasan Jepangnya untuk ikut program MT (Management Trainee) ke TMC (Toyota Motor Corporation) Jepang. Namun Gede Hardy tidak mengambil kesempatan itu, karena dia memutuskan untuk sepenuhnya dan fokus berkonsentrasi menjadi pengusaha. Berbekal buku Rich Dadd Poor Dadd (Robert T. Kiyozaki ) dan buku Wal-Mart Raja Ritel Dunia “Sam Walton” dan juga berbekal mengintip cara kerja pengelolaan swalayan Tip Top Rawamangun Jakarta yang dekat rumah kostnya selama bekerja di Toyota Astra Motor Jakarta, maka Gede Hardy memilih untuk pulang kembali ke kampung halamannya, Jembrana Bali untuk total mengurus peternakan sapi yang telah dia rintis itu.
Kendati tergolong orang yang tekun, ulet dan pekerja keras namun untuk yang satu ini, Gede Hardy akhirnya menyerah juga. Iapun memilih mengembalikan modal yang diperolehnya sebesar Rp. 100.000.000,- kepada pihak pengelola PT.SBV dan menutup buku pergulatan bisnisnya dengan sapi-sapi
Gagal pada peternakan sapi, tidak membuat Gede Hardy menyerah pada nasib dan menghindari dunia usaha, tapi justru sebaliknya, kegagalan itu ia jadikan guru, sehingga ia semakin peka dan hati-hati membaca setiap peluang yang ada. Dengan berbekal dua buku yang ia pelajari dan mengintip cara kerja pengelolaan swalayan Tip Top Rawamangun Jakarta selama bekerja di Toyota Astra Motor, maka keberaniannya untuk bangkit ia buktikan dengan obsesinya mendirikan sebuah swalayan/pusat perbelanjaan di atas lahannya hanya seluas 430m² di kota Negara, yang kini tanahnya menjadi seluas 4.940m² dengan luas bangunan 6.200m².
Kembali dengan berbekal kepercayaan ia mendapat pinjaman modal ventura yang ke dua sejumlah Rp. 300.000.000,- ditambah lagi dengan pinjaman dari bank BRI sebesar Rp.500.000.000,- yang agunannya tanah bakal swalayannya itu.
Dengan bermodal dana hutang inilah swalayan 4 lantai dengan luas bangunan awal total 1400m² itu mulai berdiri megah sebagai satu-satunya swalayan yang ada di sana pada saat itu.
Setelah bangunan swalayan rampung, muncul kendala biaya untuk mengisinya, maka demi meluluskan cita-cita Gede Hardy menjalankan usahanya,Gede Hardy setiap hari berada di depan pintu masuk pasar umum Negara guna untuk meyakinkan para suplier untuk bisa memberikan barang dagangannya dengan sistem kredit. Dan juga diberikan suntikan modal dari Bapak Ibunya hasil penjualan toko emas miliknya senilai Rp 150.000.000,- .
Tepat pada tanggal 11 Juli 1997, di pusat kota Negara, Kabupaten Jembrana, Bali, dibukalah swalayan yang di beri nama “UD Hardy’s Grosir”, dengan konsep one stop shopping sebagai pusat belanja termurah dan pusat rekreasi keluarga, UD Hardy’s Grosir menjual berbagai kebutuhan pokok dan sekunder lengkap dengan arena bermain anak-anak dan pusat hidangan.
Benar saja, begitu dibuka UD Hardy’s Grosir langsung diserbu konsumen, bahkan sampai-sampai daya tampung gedung tidak lagi memungkinkan menerima gelombang pengunjung yang tiada putusnya.
Sukses besar ini seketika menghidupkan kepercayaan Gede Hardy untuk bergerak maju mengembangkan bisnis Retailnya yang lambat-laun telah ia kuasai pengelolaannya.
Memasuki tahun 2000, Gede Hardy mulai bergerak melakukan ekspansi pengembangan di Seririt, setelah ia temukan lokasi yang menurutnya cocok sebagai cikal bakal swalayan UD Hardy’s Grosir yang baru.
Kembali dengan melibatkan hutang bank dan modal ventura ia membuka UD Hardy’s Grosir Seririt pada tanggal 21 Juli 2000 dan seperti halnya UD Hardy’s Grosir Negara, di Seririt pun swalayan ini dipadati pengunjung.
Keberhasilan dua swalayannya menjadikan Gede Hardy makin optimis untuk terus mengembangkan dan membuka outlet-outlet baru di berbagai daerah. Pada tahun 2001, Gede Hardy memilih hijrah ke Denpasar dari kampungnya di Negara dengan memilih kost di daerah Nusa Indah sampai tahun 2002, dan kontrak rumah di Sekar Tunjung sampai tahun 2003, karena semua modalnya digunakan untuk pengembangan usahanya. Buka di Gianyar pada tahun 2001, Panjer Denpasar dan Singaraja tahun 2002 dan Sanur tahun 2003, Batubulan, Karangasem, Sesetan 2004, kemudian mulai ekspansi ke Banyuwangi juga di tahun 2004 , Tabanan pada bulan Oktober 2005, Jember tahun 2007, Nusa Dua, Surapati Singaraja di tahun 2008. Gede Hardy baru berani membeli rumah kediaman pribadi pada 2004 setelah memiliki 10 Malls (pusat belanja) dengan memilih kediaman di kawasan Sanur yang disebut Hardys Residence seluas 3600 m2 yang dulu dibeli sangat murah, namun kini bernilai lebih dari Rp 36 M.
Dengan telah adanya 16 Pusat Perbelanjaan/Malls, 10 Supermarket, 9 Deptstore, 2 Gourmet, 2 Craftmarket, dan 1 Hardware ini, Gede Hardy kini telah menghidupi 1.800 orang tenaga kerja ditambah 1300 SPG yang bernaung di bawah bendera PT Grup Hardys Holdings, selaku induk perusahaan.
Oleh karena itulah, memasuki tahun 2006, Gede Hardy memutuskan untuk melakukan monitoring, retrospeksi dan reaktualisasi dengan konsolidasi internal di seluruh cabang Hardy’s dengan jalan pembenahan ke dalam melalui penerapan teknik manajemen baru yang menerapkan “sistem berbagi” dan juga pola pemberdayaan karyawan.
Membangun kebersamaan, meningkatkan kesejahteraan karyawan
adalah salah satu kunci sukses dan soliditas kinerja seluruh jajaran Grup Hardy’s Holdings (GH Holdings)
Rumusnya adalah; Gede Hardy memberikan kelebihan dari target pencapaian penjualan dan target keuntungan perusahaan kepada seluruh karyawannya, di mana para karyawan turut mendapat bagian dari kelebihan pencapaian penjualan dan laba yang dihasilkan oleh Hardy’s.
Rupanya dengan penggalakan metode ini, Hardy’s dapat dengan tepat dan cepat menghidupkan pemberdayaan karyawan untuk turut mengelola, mengembangkan, merawat dan menjaga bisnis perusahaan tempat mereka bekerja, seperti layaknya karyawan punya usaha ini.
Akhirnya setelah mantap dengan manajemen baru tersebut, pada tahun 2007 dicanangkan tahun untuk saling berbagi dan pada tahun 2008 resmi didirikan PT Grup Hardys Holdings atau yang biasa disebut GH Holdings dengan asset lebih dari Rp 1.000.000.000.000,- dan karyawan lebih dari 3000 orang yang merupakan perusahaan induk/ holding company yang mengkonsolidasi seluruh anak-anak perusahaan yang berada dibawah Grup Hardys Holdings (GH Holdings) yang terdiri dari :
1. PT. Hardys Retailindo sering disebut HardysRetail dan anak Perusahaan; yang fokus pada bidang usaha ritel (Supermarket, Dept.Store, Craft, Gourmet dan Hardware) perdagangan barang primer dan sekunder dengan segmentasi yang berorientasi pada lapisan masyarakat menengah ke bawah yang dominan pada kota-kota kabupaten di Bali dan Jawa Timur, saat ini memiliki dan mengelola 24 outlet ritel yang tersebar di seluruh kota di Bali
2. PT. Hardys Propertindo disebut HardysLand dan anak perusahaan; bergerak fokus pada bidang pembangunan dan penyewaan gedung–gedung pusat perbelanjaan/pertokoan/malls di kota-kota kabupaten, pembangunan perumahan khususnya di Bali dan Jatim. HardysLand sudah membangun 16 HardysMalls tersebar di Pulau Jawa dan Bali dan 1 pusat pertokoan singaraja square yang baru diresmikan tanggal 29 Oktober 2012, saat ini sedang mengembangkan kawasan terpadu dengan luasan lebih dari 20 Ha di jalan By Pass Prof. I.B. Mantra
3. PT. Hardys Hotel Indonesia disebut HardysHotels dan anak perusahaan; yang didirikan untuk fokus pada bidang Perhotelan, Apartment dan Condotel. Dimulai dari Hotel Wirapada Negara dan POP! Hotel Singaraja,yang menyediakan fasilitas kamar yang murah,nyaman,serta dengan pelayanan yang ramah. Kini pada tahun 2013 ini Hardys Hotels sudah membebaskan/mengakuisisi tanah yang akan di develop untuk condotel pada delapan lokasi premium, semua berada di kawasan pusat pariwisata Bali yaitu Kuta yang terdiri dari:
a. Kuta Gate Residence di Jalan Bypass Kuta tepatnya disamping hotel Mercure seluas 3000 m2 ,
b. Kuta Green Residence di Jalan Raya Kuta, berdampingan dengan Plaza Bali seluas 1700 m2,
c. Kuta Garden Residence di Jalan Raya Kuta tepatnya di seberang /depan Hotel Ibis seluas 1700m2 ,
d. Kuta Beach Residence di Pantai Kuta tepatnya di Jalan Benesari, nempel dibelakang Hotel JW Marriot The Stone Kuta seluas 1 Ha,
e. Kuta Sunset Residence di jalan Sunset Road tepatnya di samping Hotel Ibiz Sunset seluas 702 m2 ,
f. Mataram Green Residence di JL.Pejanggik Mataram, berdampingan dengan Mataram Malls seluas 820 m2
g. Jember Plaza Residence di Jalan Sultan Agung Jember , di pusat kota Jember, seluas 2000 m2
h. Mataran Garden Residence di Jalan Bung Karno Mataram, di pusat kota Mataram seluas 3,1 Ha
Kesemua lokasi tersebut telah diakuisisi dengan dana kas internal perusahaan dengan nilai sekitar Rp 500.000.000.000,- . Pembangunan ke delapan project tersebut memerlukan CAPEX Rp 1 Triliun lebih yang akan di support oleh perbankan nasional dan asing.
4. PT. Bali Agro Lestari Indah disebut HardysAgro;yang fokus pada usaha di bidang pengembangan kawasan hutan pribadi (Private Forest Estate) perkebunan, pengolahan dan perdagangan hasil perkebunan / Komoditi Pertanian seluas 250 Ha yang tersebar di seluruh kabupaten di Bali. HardysAgro merupakan sosial business GH Holdings yang didedikasikan khusus untuk ikut dalam pencegahan efek global warning yang mulai beroperasi bulan Januari 2009,tahun 2013 ini akan menambah 50 Ha Forest Estate lagi
5. PT. Sarana Rekreasi Keluarga Indonesia disebut HardysFunzone;yang fokus usaha pada bidang jasa penyediaan sarana rekreasi, arena bermain keluarga dan taman wisata / outbound park yang saat ini memiliki 12 game center,pada tahun 2013 akan menambah 3 outlet game center lagi
6. PT. Hardys Global Investindo disebut HardysInvestmen dan anak Perusahaan; yang khusus menangani usaha pada bidang investasi, baik pada perusahaan-perusahaan besar maupun perusahaan yang sedang berkembang yang prospektif, tahun 2013 ini akan masuk ke sektor perkebunan sawit yang sedang prospek di Indonesia
7. PT. Sarana Transportasi Indonesia Indah disebut HardysTrans; yang fokus usaha pada bidang penyedia jasa, penyewaan kendaraan yang khusus membidik segmen korporasi dan pemerintah, saat ini memiliki lebih dari 100 armada berbagai type. Tahun 2013 ini akan menambah 50 armada baru berbagai type kendaraan
8. PT. Sarana Media Advertindo disebut HardysADV; yang fokus usaha pada bidang jasa periklanan , penyewaan billboard di seluruh Bali. Saat ini memiliki 50 titik billboard berbagai ukuran yang tersebar di seluruh Bali, tahun 2013 ini akan menambah 50 titik billboard baru lagi
HardysPark (taman wisata & outbond) Negara Jalan Denpasar Gilimanuk KM-90, Desa Penyaringan, Kecamatan Mendoyo, Kabupaten Jembrana, Negara, Bali
HardysTrans
Divisi usaha penyewaan kendaraan yang berkembang pesat karena terpercaya
sebagai mitrakorporasi dan pemerintah dalam pemenuhan berbagai jenis armada.
SINGARAJA SQUARE TRADE CENTER
Yang berlokasi di tengah – tengah kota Singaraja,
tepatnya di Jalan Surapati, Singaraja, Bali.
POP! HOTEL HardysLand SINGARAJA SQUARE, BALI
Yang berlokasi di tengah – tengah kota Singaraja,
tepatnya di Jalan Surapati, Singaraja, Bali.
Grup Hardys Holdings (GH Holdings) dengan motto kerjanya “kumpulan orang-orang biasa yang mampu menghasilkan hal-hal yang luar biasa”dengan pilar usaha awal dibidang ritel kini dengan gagah menunjukkan kepada khalayak bahwa dengan berkembang dan terus berkibarnya jaringan usaha Grup Hardys Holdings (GH Holdings) menjadi bukti bahwa sebagai pengusaha pribumi ia mampu kuat dan kokoh berdiri ditengah gempuran menjamurnya usaha ritel nasional/internasional yang membuka gerai hingga pelosok kampung dan desa. Gede Hardy menolak sikap cengeng meminta proteksi/perlindungan pemerintah pada aksi pengepungan usaha ritel jaringan yang merajalela, ia memilih menghadapi dengan persaingan sehat dan terbukti mampu jauh lebih unggul dan tetap merajai pasar ritel di Bali kendati pertumbuhan bisnis ritel jaringan multi nasional dan raksasa-raksasa super market, Hypermarket dan mall asing terus berdatangan berebut pasar dan segmen yang sama dengannya. “Mereka boleh berdatangan mendesak usaha kita, membuka cabang dan gerai sebanyak-banyaknya, tapi kita tetap harus menjadi penguasa pasarnya, kita tidak boleh kalah bahkan kita sebagai pribumi harus tetap tangguh dalam persaingan dengan menjadi tuan di daerah kita masing-masing”, demikian Gede Hardy selalu memotivasi para pengusaha ritel lokal yang gelisah dan merasa terancam eksistensi usahanya manakala dihimpit gerai ritel nasional/asing.
Sikapnya yang tak gentar akan persaingan bukan hanya sesumbar ia serukan, namun ini juga ia buktikan dengan bersinergi untuk mengembangkan bisnis property komersialnya dengan memberi ruang/space dan fasilitas kepada pesaing-pesaingnya untuk membuka supermarket atau Depstore atau Hypermarket di gedung-gedung Malls nya milik GH Holdings. Langkahnya ini ia kemas dalam konsep kerjasama sewa menyewa dengan anchor tenant seperti Carrefour, Ramayana Supermarket & Deptstore, serta Giant Hypermarket yang menyewa gedung GH Holdings secara jangka panjang.
Carrefour menyewa Gedung Hardy’s Malls Surapati Singaraja, Ramayana di Gedung Hardy’s Malls Sesetan Denpasar dan Hardys Malls Adi Sucipto Banyuwangi serta Giant Hypermarket di Gedung Hardys Malls Basuki Rahmat Banyuwangi dan Hardys Malls Probolinggo, di mana kesemuanya itu menempati property komersial GH Holdings namun juga sekaligus menjadi pesaing usaha dengan supermarket dan deptstore GH Holdings yang juga berada dalam kota atau bahkan kawasan yang sama. Hal ini membuktikan bahwa HardysRetail memiliki segmen/pangsa pasar tersendiri di kalangan masyarakat Bali.
Sebuah kisah keberhasilan ini adalah sebuah cermin ketangguhan seorang pemuda pribumi Bali yang yakin bahwa sebuah kesuksesan, keberhasilan dan kemakmuran merupakan suatu perjuangan yang harus dikejar dengan kerja keras, cerdas, kejujuran, keberanian dan doa demi untuk turut mengisi pembangunan di negara Indonesia Raya tercinta. Sehingga walau pernah gagal di bidang peternakan, namun Elegi Peternakan Sapi itu dengan sebuah keberanian dan kerja keras yang tiada henti dapat berubah menjadi sebuah Orde bagi kesuksesan dinasti Grup Hardy’s Holdings (GH Holdings)hingga menjadi tuan di negeri sendiri.
FAMILY PICTURE
DATA PRIBADI
Nama Lengkap : Ir Gede Agus Hardiawan
Nama Panggilan : Gede Hardy (GH)
Tempat/
Tanggal lahir : Desa Penyaringan, Kec. Mendoyo,Kab.
Jembrana, 26 Mei 1972
Agama : Hindu
Pendidikan formal : – SDN 2 Penyaringan (1978-1984)
- SMPN 1 Negara (1984-1987)
- SMAN 3 Denpasar (1987-1990)
- Institut Teknologi Bandung (ITB) (1990-1995)
Profesi : Pengusaha / Pendiri GH Holdings Company
yang memiliki jaringan
- 16 Shopping Malls
- 10 Supermarket
- 9 Dept. Store
- 2 Gourmet
- 2 Craft Store
- 1 Hardware Store
- Sedang membangun dan direncanakan rampung pada akhir 2013 untuk 9 condotel yang berlokasi di lokasi-lokasi premium di Kuta, Denpasar, Mataram dan Jember Jatim
(update data Januari 2013)
Menikah : 4 Oktober 2000
Istri : Ni Ketut Rukmini Hardy, SP
Anak : 1. Hillary Angelina Gardenia Hardy
2. Lilly Harmony Hardy
Hobby : Mengkhayalkan masa depan
Semboyan : Harus bisa menjadi lebih baik dan lebih baik lagi
Warna favorit : Putih
Penghargaan : 1. Pemerintah Kab. Jembrana;
Tokoh Muda Berprestasi (1998)
2. Hindu Muda Award : Tokoh Ekonomi (2007)
Pesan : Dalam hidup, kepercayaan adalah segalanya,
untuk itu jagalah sebaik mungkin.
Leave a Reply