Ir. A.A.M. Sukadhana Wendha

SUKANDANA+1

KONGLOMERAT
BERMODAL TEKAD


Hidup terkungkung kemelaratan bukanlah sebuah belenggu untuk dapat meraih kesuksesan. Dengan berbekal semangat, ketekunan, kejujuran dan kesungguhan doa, siapapun dapat merubah takdir hidupnya bahkan bukan tidak mungkin juga mampu memutar balik roda kemiskinan menuju titik puncak kejayaan.
Paradigma itulah yang persis menggambarkan kisah perjalanan hidup ‘Ir. Anak Agung Made Sukadhana Wendha’ seorang tokoh pengusaha pribumi Bali yang sukses dengan bermacam gerai imperium dagangnya dan kini duduk sebagai Ketua DPD REI Bali periode masa bakhti tahun 2008 sampai dengan tahun 2011.

Karirnya tergolong cepat melesat membuka gerbang kesuksesan, namun tidak banyak yang menduga bahwa semua kesuksesannya itu ia bangun tertatih satu-persatu dengan tangga tekad yang tak pernah padam di tengah pahit getirnya kemiskinan yang ia jadikan cambuk pedih untuk berjuang di sepanjang masa kecilnya.

‘Gung De’, begitu Anak Agung Made Sukadhana Wendha akrab dipanggil kawan-kawan sepermainan di desa Panjer, Denpasar tempat ia menghabiskan masa kanak-kanak di sana.
Di desa Panjer itulah 13 Mei 1959, ‘Gung De’ lahir sebagai anak ke dua dari rahim ‘Anak Agung Kompyang’ ibunya yang lalu memberi enam orang adik beruntun hingga menjadi delapan orang bersaudara.

Ayahnya ‘Anak Agung Ketut Ngurah’ hanyalah seorang penjahit kecil di kampung yang menyandarkan penuh hidup istri dan ke delapan anaknya dari apa yang dihasilkan mesin jahitnya.
Situasi itu memang berat dan nyaris tak teratasi, hingga dengan berbagai pertimbangan akhirnya ‘Gung De’ sedari bayi telah diikhlaskan untuk diangkat anak oleh ‘Anak Agung Wendha’ adik ayahnya, yang bekerja sebagai kepala sekolah SD Tanjung Benoa yang  tidak dikaruniai seorang anakpun dari perkawinannya.

Bersama sang ayah angkat, Gung De merasa cukup bahagia, sejak kecil bathinnya mulai diajar mengenal filosofi kebajikan dari tontonan wayang yang memperkenalkan makna baik-buruk, keberanian, kesetian dan keyakinan, bahkan dari ayah angkatnyalah, kesadaran Gung De akan pentingnya sekolah selalu  ditanamkan bahwa, “Sekolah adalah tumpuan satu-satunya untuk dapat menjadi orang berguna”, pesan inipun seolah bak kalimat sakti dan sungguh-sungguh terbukti di kemudian hari dengan berhasil mengejawantahkan Gung De menjadi manusia melebihi dari cita-citanya sendiri untuk menyandang gelar insinyur seperti Bung Karno, presiden pertama RI.

Gung De memang bocah kecil yang cerdas, sejak duduk di bangku sekolah dasar di SDN 15 Denpasar, nilainya selalu di atas rata-rata, juara kelas, juara sekolah dan juara berbagai lomba pelajar bukan hal baru baginya.
Prestasinya itu tidak menurun kendati di saat naik ke kelas 3, ia beralih di asuh oleh bude nya dan tidak lama kemudian ditinggal ‘Anak Agung Wendha’ ayah angkatnya meninggal dunia.

Tinggal bersama bude bukanlah pilihan bagi Gung De, tapi keharusan yang harus dilakoni. Kerja keras, mawas diri dan keprihatinan memang kenyataan pasti untuk bocah seusia Gung De yang setiap pukul 4 pagi harus sudah terjaga dari mimpi untuk bekerja mengepel, mencuci, menyapu atau apa sajalah hingga waktu sekolah tiba.

Sepulang dari sekolah pekerjaanpun sudah menanti, tanpa harus diminta, Gung De telah terlihat sibuk membantu budenya mengurusi lapak dagangan di pasar sampai menjelang waktu sore tiba.
Seusai membantu di pasar, sempitnya waktu itu dimanfaatkan Gung De untuk mencari kayu bakar dan besi tua. Berapapun jumlah yang didapatnya ia jual dan diam-diam mulai menabung serupiah demi serupiah dari hasil keringatnya.

Sementara di sela waktu luangnya yang lain, Gung De kerap kali menyempatkan pulang ke rumah orang tuanya, menengok adik-adiknya dan terkadang ikut membantu ayahnya memasang kancing baju atau mengantar pesanan pakaian yang sudah jadi ke rumah para pelanggan.
Namun setiap kali ia tinggal untuk beberapa waktu bersama saudara kandungnya selalu saja ada suatu rasa miris tertinggal dalam hatinya, gores kegetiran akan bagaimana fasihnya rasa lapar itu harus mereka delapan bersaudara akrabi setiap hari.

Kendati perutnya menahan perih, namun selalu saja hati Gung De tak sampai hati melihat adik-adiknya harus menggantikan posisi laparnya. Tidak jarang ia rela mengalah hanya karena tak ingin berebut makan dengan adik-adiknya, “lebih baik saya hanya makan nasi tanpa lauk sekali dalam sehari, dari pada adik-adik yang harus menahan lapar”, kenang Anak Agung Made Sukadhana Wendha pada masa kecilnya.

Demikian pahitnya kemiskinan itu hingga tidak ada tekad lain di benak Gung De selain ingin menutup pintu kemelaratan untuk selama-lamanya.
Sebab itulah walau sangat padat waktu kesehariannya di rumah ataupun di sekolah, Gung De selalu menyempatkan sedikitnya satu jam dalam sehari untuk membuka buku pelajaran yang ia yakini hanya dengan itulah sebuah harapan kehidupan yang lebih baik kelak akan terbuka baginya.

Ketekunan Gung De memang tidak sia-sia, selain bertabur prestasi di sekolah, selalu menjadi ketua kelas dan ketua OSIS, ia sempat menjuarai kompetisi Catur se Bali, juga lomba atletik tingkat Provinsi dan bahkan lulus terbaik sekaligus mendapatkan beasiswa dari sekolah dan masuk tanpa test ke SMPN 1 Denpasar dan kemudian tercatat sebagai Juara ke dua Lomba Matematika se Indonesia.
Di saat itulah Gung De lalu memberdayakan kecerdasannya dengan memberi bimbingan belajar pada teman-temannya dan sekaligus menerima murid les untuk anak-anak SD di sore hari sepulang sekolah.

Setelah duduk di bangku kelas 3 SMP, Gung De mulai menghitung-hitung seluruh tabungannya sejak SD hasil dari menjual kayu bakar dan besi tua, ditambah pemasukan sebagai guru les yang jumlah totalnya ia anggap telah cukup untuk indekost di jalan Durian, Denpasar, untuk  mencoba hidup mandiri sepenuhnya demi untuk tidak membebani bude dan orang tuanya.

Dalam kemandirian itu, Gung De tetap menunjukkan prestasi yang memuaskan, ia lulus SMP dengan nilai terbaik dan memutuskan memilih SMAN 2 Denpasar masih dengan beasiswa dan kemudian juga lulus dengan nilai terbaik hingga diterima tanpa test di Universitas Udayana Jurusan Teknik Arsitektur sebagai jalan pilihan  untuk mewujudkan citanya menjadi insinyur.

Sebagai mahasiswa yang cukup aktif di Senat, Mapala dan juga menonjol dengan prestasi di hampir seluruh mata kuliah Gung De belakangan dipercaya untuk menjadi asisten dosen di kampusnya. Beberapa pekerjaan gambar dan design mulai dipercayakan untuk ditangani Gung De dan ini menjadi salah satu sumber pendapatan kendati tidak cukup besar namun ia upayakan dapat membantu biaya kuliahnya yang harus ditanggungnya sendiri.

Karena alasan memenuhi biaya dan keperluan kuliah jugalah, di tahun 1979 Gung De kemudian bekerja paruh waktu di PT. Singgasana Kontraktor dan ditempatkan sebagai tukang gambar dan pelaksana serta pengawas proyek di sana.
Namun lambat laun dedikasi kerjanya terlihat mengesankan di mata ‘Sugianto’ pimpinan perusahaan yang lalu memberinya kepercayaan untuk merambah menangani bidang lain, mulai dari sopir pribadi bos,  bertemu dengan para rekanan, membuat RAB bangunan sampai terjun kelapangan sebagai tangan kanan pimpinan.

Nyaris 6 tahun Gung De bekerja di PT. Singgasana, sebuah tempat yang menjadi objek pelatihan praktek lapangan yang paling sempurna melengkapi ilmu Arsitekturnya yang mendekati masa wisuda.

Berbekal pengalaman dan penguasaan binis kontraktor dari hulu ke hilir yang diperolehnya dari PT. Singgasana, sudah saatnya bagi Anak Agung Made Sukadhana Wendha untuk tampil menangani usahanya sendiri dan memilih berhenti dari perusahaan.

Memasuki tahun 1984, proyek-proyek kecil seperti pembangunan villa, toko dan beberapa rumah pribadi mulai ia kerjakan sebelum kemudian ia mendirikan perusahaannya sendiri di tahun 1986 berbendera CV. Artika Karya. Setelah memperoleh gelar insinyurnya dia terus melebarkan jaringan rekanan kerja dan giat mengerjakan bermacam proyek seperti bungalow, ruko, hotel, pasar raya dan beberapa rumah mewah.
Sukses dengan perusahaan kecilnya, Ir. Anak Agung Made Sukadhana Wendha, yang lalu lebih dikenal dengan panggilan ‘Gung Indra’, mulai berpikir untuk mensegmentasi bidang usahanya dengan mendirikan beberapa perusahaan baru antara lain PT. Panca Jaya yang khusus menangani proyek perhotelan dan  CV. Jaya Indra yang berdiri tahun 1988 dengan spesialisasi pembangunan perumahan swasta, adapun CV.Artika Karya ia konsentrasikan untuk menangani proyek-proyek pemerintah.

Berkantor di atas lahan kontrakan di jalan Raya Sesetan, Denpasar, lengkap dengan mobil perdananya sebuah pick up yang menemaninya kerja keras, pontang-panting siang malam baik sebagai direktur, arsitek sekaligus sopir mengangkut keperluan menuju proyek, Gung Indra menekuninya dengan semangat demi efisiensi tenaga kerja.

Kejeliannya menangkap peluang dan kesempatan kemudian mendorongnya untuk mencoba membangun 10 unit rumah senderhana yang ternyata semua habis terjual.
Rupanya inilah awal dan cikal bakal Gung Indra mengawali debut karirnya sebagai pengusaha real estate.
Namun kendati mulai memahami lika-liku bisnis perumahan, Gung Indra masih merasa perlu untuk mempertajam ilmunya dengan mengikuti pendidikan manajemen di Jakarta sekaligus bergabung bekerja sebagai karyawan di perusahaan pengembang di bawah Group Ciputra dan ditempatkan menangani proyek Bumi Serpong Damai.

Sekian tahun meneguk ilmu di Jakarta akhirnya Gung Indra pulang kembali ke Bali pada tahun 1990 dan langsung mendirikan ‘PT. Kuse Baja Brother’ dan berkonsentrasi sebagai pengembang dengan membangun 50 unit rumah sederhana dan semuanya tuntas terjual.

Kesuksesan PT. Kuse Baja Brother yang nama ‘Kuse’ berarti singkatan dari ‘Ku Sendiri’ ini semakin membesarkan hati Ir. Anak Agung Made Sukadhana Wendha untuk berkecimpung secara total di dunia real estate.
Rupanya komitmennya seketika bersambut dengan dibukanya program pinjaman lunak bagi pengusaha pribumi oleh Bank BTN yang dengan melalui seleksi yang sangat ketat akhirnya Gung Indra berhasil menjadi salah satu dari 4 pengusaha yang lulus tes di antara 40 perusahaan pemohon.

Bantuan dana segar sebesar Rp. 2 Milyar pun segera menggelinding ke rekening ‘PT. Kuse Baja Brother’ dan di realisasikan untuk membangun 250 unit perumahan di kawasan Patih Nambi, Ubung di atas lahan 2.5 hektar.
Dalam waktu relatif singkat Gung Indra mampu melunasi total pinjaman berjangka satu tahun tersebut hanya dalam waktu 8 bulan sekaligus memberikan keuntungan bersih baginya tidak kurang dari Rp. 1,6 Milyar.

Hidupnyapun seketika berubah, “Selamat tinggal kemiskinan”, batinnya puas. Inilah saat yang dinanti-nantikan sejak lama, sebuah mimpi terlepas dari jerat kemelaratan yang menjadi nyata.
Gus Indra pun menutup masa lalunya dan menyongsong kegemilangan di depan mata, sebuah kantor cukup mewah mampu dibelinya di kawasan Diponegoro Denpasar berikut mobil sedan terbaru menggantikan pict up bersejarah yang sudah terlihat payah.

Namun itu semua hanyalah langkah awal dari perjalanan karir Ir. Anak Agung Made Sukadhana Wendha yang segera menggiatkan diri lagi dengan pembangunan proyek berikutnya di Griya Tansa Trisna Dalung dan kembali meraih kesuksesan yang diikuti dengan proyek-proyek lainnya seperti pembangunan perumahan polisi sebanyak 400 unit di atas lahan 5 hektar.
Komitmennya sebagai pengusaha yang jujur, berintegritas  dan selalu mengedepankan citra membina kepercayaan rupanya merupakan catatan tersendiri bagi dunia perbankan yang kembali mempercayainya dengan mengucurkan dana 25 Milyar untuk PT. Kusemas Citra Mandiri yang Gung Indra dirikan di tahun 1992 dalam mega proyeknya membangun 5000 unit rumah di kawasan Dalung seluas 100 hektar dengan gaung “Bumi Dalung Permai” dan kembali meraih sukses besar dan semakin melejitkan namanya hingga memperoleh penghargaan Menteri Perumahan atas prestasinya dalam membangun 5000 unit rumah sederhana di Bali, selain penghargaan dari berbagai instansi lainnya seperti TVRI serta berbagai macam yayasan dan LSM.

Sosoknya sebagai pengusaha suksespun berkibar dan mulai dipandang di deret pengusaha pribumi Bali yang berhasil, apalagi kemudian Gung Indra mengguritakan kerajaan dagangnya dengan mendirikan berbagai macam usaha baru seperti membuka beberapa SPBU di kawasan Renon, Canggu, Nangka Utara dan Dalung yang disusul dengan pengolahan lahan kelapa sawit seluas 250 hektar di Kalimantan Tengah yang sudah berproduksi dan juga kepemilikan Bank berupa BPR Rukma Dhana Raharja, serta beberapa gerai Mini Market ber trademark SMART 18, dan juga pembukaan Restaurant franchaise baru Ayam Bulungan Jakarta cabang Bali yang berlokasi di Renon, Denpasar berikut perusahaan-perusahaannya yang lain yang terus dikembangkannya diberbagai lini industri usaha termasuk investasinya berupa beberapa hektar lahan di kawasan strategis yang tersebar di Bali.

Babak baru kehidupannya kini membangkitkan kesadaran diri bagi Gung Indra pada kilas balik meneropong jauh dari perjalanan hidupnya yang tertatih, berjuang keras untuk dapat bersekolah persis sebagaimana pesan sang ayah angkat pada pentingnya pendidikan.

KANTOR KUSEMAS di Denpasar

Kilas balik akan pesan itulah yang tidak pernah dilupakan Gung Indra sampai saat ini, dan sekarang setelah uang bukan lagi menjadi kendala baginya, iapun dengan sungguh meneruskan wasiat itu dengan berkonsentrasi memberi pendidikan terbaik bagi ke empat anaknya sebagai wujud dari sebuah investasi diri menyambut era globalisasi dunia di masa mendatang.

Dan inilah Ir. Anak Agung Made Sukadhana Wendha saat ini, dengan tekadnya ia sungguh-sungguh telah berhasil merubah perputaran nasib menuju kejayaan, bahkan bermetamorfosa sebagai konglomerat muda yang kendati telah bergelimang kemakmuran namun tetap selalu mengasah kecerdasan spiritualnya, rasa mawas dan kepekaan nuraninya untuk tetap tampil sebagai pengusaha pribumi yang santun dan terus membangun, berkarya dan aktif dalam olah kerja nyata.

Ir. A.A.M. Sukadhana Wendha bersama istri

DATA PRIBADI

Nama                      : Ir. A.A.M. Sukadhana Wendha
Tempat/
Tanggal lahir         : Denpasar, 13 mei 1959
Agama                     : Hindu
Profesi                    : Pengusaha
-  PT. Kusemas Citra Mandiri
-  PT. Kusemas Agro Mandiri
-  PT. Indramas Nusantara
-  PT. Chevy Handycraft
-  PT. Estate 18
-  SPBU Renon
-  SPBU Canggu
-  SPBU Dalung
-  SPBU Nangka Utara
-  PT. Kusemas Boga Jaya
Restaurant Ayam Bulungan Jakarta Cabang Bali – Renon
-  KCM – Bank (PT.BPR Rukma Dhana Raharja)
-  KCM Plaza
-  SMART 18 (Mini Market)
KCM Phone Shop Gallery
 

Aktif sebagai          :
Ketua DPD REI Provinsi Bali (2008-2011)
Bendahara HISWANA Migas (2005-2007)
Bendahara. Pemuda Pancasila Bali (2002-2008)
Ketua Karate Shirote Bali  (2002- sekarang)

Penghargaan        :
- Pengusaha Muda Terbaik tahun 1996
- Pembangun Perumahan Sederhana dari Menteri Perumahan Republik Indonesia
- Pembangun Perumahan Dinas dari TVRI

Hobby                   : Olah raga, Joging, tenis dan otomotif (koleksi mobil sport)
Semboyan            : Jadilah diri sendiri
Tokoh Idola         : Bung Karno
Nama Istri           : Ni Made Sutini, 26 april 75
Jumlah anak       : 4 (empat orang)
Warna Favorit    : Biru
Lagu Kenangan  : Kemesraan, Iwan Fals.

Pesan                    : Berharap  agar generasi muda tidak hanya mengandalkan kesempatan kerja dari pemerintah saja namun hendaknya berani  tampil  menjadi wirausahawan  dan  menciptakan lapangan  kerja karena masa  depan  dan  kesuksesan  itu sepenuhnya tergantung dari diri kita sendiri.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

You may use these HTML tags and attributes: <a href="" title=""> <abbr title=""> <acronym title=""> <b> <blockquote cite=""> <cite> <code> <del datetime=""> <em> <i> <q cite=""> <strike> <strong>