Made Sidartha Arya

peter+adat

LANGKAH MENUJU
SEMPURNA

Mengendalikan ambisi berpijak pada kemampuan diri dan giat melakukan koreksi dengan pembenahan meski sekecil biji sawi dalam sehari, adalah salah satu kiat sukses dari sosok dibalik eksistensi Legian Beach Hotel sebagai pioneer industri akomodasi wisata di kawasan premium Kuta, Bali.

Pria berwajah oriental ini adalah generasi kedua yang menggerakkan roda operasional  Legian Beach Hotel dan berhasil mengembangkan hingga bertaraf bintang 4 dengan kapasitasnya kini mencapai 218 kamar di atas lahan seluas 4 hektar yang terbentang di sepanjang pesisir pantai Legian.

Kepekaan intuisi dan gaya kepemimpinannya yang santun dalam mengelola usaha memang tidak terlepas dari darah yang mengalir dalam tubuhnya dan kehidupan di masa kanaknya.

Ia dilahirkan dari rahim Nyoman Sumiati, tepat pada Jumat Umanis 20 Juli 1956 sebagai anak ke tiga dari tujuh bersaudara di lubuk desa Temukus, Singaraja dengan tanda nama ‘Made Sidartha Arya’.
Ayahnya Arya Mastemadja adalah figur yang kreatif, inovatif dan cerdas menangkap peluang usaha di tengah masa transisi bangsa pasca kemerdekaan yang memanfaatkan kelangkaan pengadaan armada di saat itu dengan membuka usaha bengkel otomotif yang berfungsi untuk merenovasi ulang kendaran-kendaraan bekas perang dunia ke-2 hingga dapat berfungsi kembali dan dijual ke pasaran.

Beberapa tahun lamanya Sidartha Arya menghabiskan masa kanak-kanaknya di Singaraja, namun kemudian setelah duduk di bangku kelas empat sekolah dasar, Sidartha memilih untuk turut pindah ke kota Denpasar bersama kakeknya yang  menjadi direktur di sebuah pabrik pembuatan minyak di kawasan IDT Genteng Biru di jalan Diponegoro, Denpasar.
Di sinilah, Made Sidartha Arya menghabiskan masa kecilnya selain waktu yang ia tuntaskan untuk menempuh pendidikan di SD Swastiastu yang tak jauh dari tempat tinggalnya.

Sepulang sekolah, Sidartha punya cukup banyak waktu untuk melihat berbagai aktivitas di pabrik kakeknya.
Ia bukan saja menjadi pengamat yang baik, namun juga jeli menangkap peluang yang melintas di depan matanya.
Kala itu, Sidartha melihat para tukang las yang bekerja menambal tong-tong minyak yang bocor di pabrik kakeknya mendapat jatah susu kaleng yang nyaris terbuang sia-sia karena para pekerja itu enggan mengkonsumsinya.

Karena itulah Sidartha berinisyatif memborong susu-susu para pekerja dan dikirimkan pada ibunya untuk dijadikan es susu yang memang selama ini menjadi usaha sampingan sang ibu di Singaraja.
Namun meski terbilang menguntungkan, Sidartha kemudian menghentikan bisnis kecilnya ini setelah kakeknya menjelaskan pentingnya susu itu harus dikonsumsi para pekerja untuk menjaga kesehatan mereka.

Sosok kakek bagi Made Sidartha Arya memang sangat dekat di batinnya sebagai seorang inspirator yang banyak mengisi nurani kanak-kanaknya yang polos dengan berbagai falsafah dan didikan moral dalam ajaran baik, buruk, tata-titi hingga sikap santun bersosial pada mereka yang membutuhkan sebagai perwujudan sikap yang selalu ditularkan sang kakek sebagai teladan di sepanjang hidupnya.

Tak terasa waktu berlalu begitu saja, Sidartha kecil telah beranjak remaja. Setamat sekolah dasar, ia langsung meneruskan di SMP Swastiastu, sekolah yang masih satu yayasan dengan sekolah dasarnya.
Meski tergolong belia, di saat SMP inilah Sidartha telah menunjukkan minat pada perkembangan informasi, ilmu pengetahuan global dan beragam berita kemajuan teknologi yang ia ikuti setiap hari melalui siaran radio asing seperti BBC London. Voice of Amerika (VOA) dan  siaran luar negeri lainnya yang menjadi sumber wawasan bagi Sidartha Arya terutama pada informasi tentang perkembangan teknologi yang menjadi ketertarikannya.

Minatnya pada teknologi tersebut rupanya semakin menjadi setelah ia masuk SMA.
Mata pelajaran yang berkaitan dengan ilmu hitung dan eksakta menjadi kegemarannya termasuk bidang kurikulum elektronika yang tentu saja erat berkaitan dengan teknologi yang telah ia sasar sebagai cita-cita.

Setamat SMA, Made Sidartha Arya membulatkan tekad untuk berburu ilmu yang berkaitan dengan pengetahuan  elektronika sebagai pilihannya.
Di kisaran tahun 1975, pendidikan di Indonesia dalam bidang ilmu yang dimaksud memang terbilang langka. Oleh karena itu, Sidartha Arya memantapkan diri merantau ke Sydney Australia, mengikuti pendidikan setingkat SMA untuk pemantapan bahasa selama setahun di sana  dan kemudian langsung masuk sebagai mahasiswa di University of New South Wales, Sydney Australia dalam bidang ilmu komputer sekaligus mendalami ilmu Electrical pada universitas yang sama.
Di sinilah, Sidartha Arya mulai membangun kembali pergaulannya, namun pengucapan nama Made Sidartha terbilang asing bagi aksen orang Australia. Maka demi untuk mempermudah, salah seorang keluarga lalu memanggilnya ‘Peter’ sebagai nama baru Sidartha di Australia.

Sementara itu di Bali, Arya Mastemadja ayahnya mulai merambah sektor pariwisata setelah sebelumnya sempat membantu merampungkan pengerjaan lapangan golf di Sanur dan juga pembangunan hotel Ramayana milik salah seorang keluarganya di Kuta.
Rupanya perkenalan Arya Mastemadja dengan dunia pariwisata menggerakkan minat entreprenuer ini untuk ikut terjun dengan mendirikan sebuah hotel bintang dua di kawasan pantai Legian berdaya tampung 20an kamar dengan nama Legian Beach Hotel pada kisaran tahun 1975.

Adapun di Sydney, Peter Arya akhirnya berhasil menyelesaikan pendidikan ilmu komputernya di tahun 1979 dan sekaligus sempat mengikuti training di beberapa perusahaan terkemuka di Australia hingga tahun 1981 di mana ia kemudian memperoleh kesarjanaannya di bidang Electrical dan diterima bekerja di CSIRO (Commonwealth Scientific and Industrial Research Organisation) sejak Februari 1982 pada bidang VSLI Program yang bermarkas di Adelaide, Australia sambil kembali memperdalam ilmunya dengan melanjutkan pendidikan di bidang Elektrikal/Elektronik di Univesity of Adelaide, Australia.

Tempat di mana Peter bekerja ini sesungguhnya adalah sebuah wadah bentukan pemerintah Australia yang difokuskan untuk melakukan transfer teknologi dari Amerika ke Australia, sedangkan bidang VSLI merupakan devisi yang dikhususnya dalam alih teknologi design / pembuatan  IC (Integrated circuit)  dengan target waktu 3 tahun.

Pada tahun 1984, setelah upaya alih teknologi pembuatan IC (Integrated circuit)  berhasil, Peter Arya kemudian bergabung pada perusahaan Austek Microsystem yang memproduksi hasil alih teknologi tersebut dalam industri pembuatan / design IC produksi Australia.
Dan di tahun yang sama itu juga tepatnya pada Sabtu 28 April 1984, Peter Arya mengakhiri masa lajangnya dengan menikahi ‘Nirmalawati’ seorang gadis asal Indonesia yang dikenalnya di saat menghadiri peringatan Kemerdekaan Republik Indonesia di kantor Konsulat RI di Adelaide, Australia pada 17 Agustus 1983 silam.
Dari pernikahannya inilah, Peter Arya kemudian dikarunia 3 orang anak yang semakin menyempurnakan hidupnya.

Peter Arya dan istri

 

Nyaris 11 tahun lamanya, Peter Arya tinggal di Australia, maka wajar bila kemudian kedua orang tua Peter beberapa kali mengharapkan ia kembali dan melanjutkan apa yang telah dirintis ayahnya di Bali.
Karena alasan itu, di tahun 1985 Peter Arya mengajukan cuti selama setahun untuk pulang ke Bali dan mencoba menangani operasional Legian Beach Hotel yang telah berkembang memiliki 135 kamar sebagai langkah penjajakan untuk menentukan langkah karir yang akan ia geluti selanjutnya.

Dalam pengelolaan awal Peter Arya tidak banyak membuat pembenahan selain melakukan pengamatan, menggali informasi dan mempelajari rythme pariwisata.
Upaya Peter tersebut rupanya bersambut dengan tiga pertemuan pentingnya dengan orang-orang tepat di saat yang tepat pula selama fase observasi ini.
Pertemuan bersama right man, right place in the right time ini diawali perjumpaannya dengan drg. Halim rekan ayahnya yang kemudian menjabat sebagai manager biro perjalanan PACTO di Jakarta.
Dari drg. Halim ini Peter banyak memperoleh wawasan tentang perkembangan informasi pariwisata di Eropa dan event-event penting kepariwisataan.

Dan yang kedua adalah perjumpaannya dengan ‘Merers’ biro perjalanan wisata Jerman yang datang langsung ke Legian Beach Hotel pada tanggal 25 Desember 1986 yang menjadi gerbang awal dibukanya kerjasama pariwisata dengan berdatangannya tamu Jerman dan Eropa di Legian Beach Hotel sekaligus sebagai awal dari berakhirnya images Kuta sebagai kawasan Hipies yang jauh dari kesan exclusive.

Sedang yang ketiga adalah pertemuannya dengan Erick, penulis buku APA Guiede Book of Bali yang darinya Peter menyadari akan potensi Legian Beach Hotel dengan areal lahan luasnya yang dapat dioptimalkan menjadi kebun sebagai langkah pembenahan awal tanpa perlu menganggarkan biaya besar.

Berawal dari tiga pertemuan penting ini, Peter Arya kemudian memantapkan diri mengelola penuh Legian Beach Hotel dan dengan resmi mengundurkan diri dari pekerjaannya di Australia dan mengalihkan konsentrasinya pada industri pariwisata.
Namun kendati demikian, sebagai insinyur dan electrical science expert, Peter Arya yang telah tuntas mewarisi jiwa kreatifitas sang ayah, tidak kemudian menutup buku pada keahliannya di bidang Komputer dan Elektrikal ini, ia justru semakin aktif mendedikasikannya di Bali dengan mendirikan perusahaan berbendera ‘ARYAcom Teknologi’ di tahun 1997 yang berkonsentrasi mengembangkan berbagai sistem kelistrikan, sistem kontrol panel dan sirkuit kelistrikan dan juga sistem komputerisasi hingga sistem modern pengolahan limbah cair (Sewage Treatment Plant) yang telah diterapkan pada Legian Beach Hotel maupun di beberapa tempat seperti Bali Mandira Hotel, Amandari Resort, Ramayana Hotel, Hotel Patra Jasa Bali, Keraton Bali Hotel, Novotel Palembang dan juga di Kuta Galaria Shooping Complex, Pepito Supermarket, dan lan-lain.

Legian Beach Hotel sendiri, terus dikembangkan, dengan berbagai pembenahan, pengembangan dan perawatan yang tiada pernah berhenti dilakukannya.
Bagi Peter sekecil apapun sebuah perubahan kearah positif tetap harus dilakukan untuk menuju kesempurnaan kendati itu harus dilakukan di sepanjang hidupnya.
Sudut pandang ini adalah filosofi yang Peter Arya adopsi dari konsep Kaizenyang dalam bahasa Jepang berarti perubahan atau perbaikan secara terus menerus (Continuous Incremental Improvement), di mana ini mengandung makna semangat untuk terus berusaha memperbaiki keadaan menuju yang lebih baik, dalam arti menghargai dan mengisi waktu dengan hal-hal yang bermanfaat yang pada akhirnya mengajar kita untuk menjadi lebih produktif.

Mengacu pada rumus ‘Kaizen’ ini, Peter Arya pun tidak berambisi dengan melakukan pengembangan dan perbaikan Legian Beach Hotel secara global dan serentak melainkan semua pembenahan itu ia jalankan terarah melalui tahapan-tahapan secara fokus dan berkesinambungan untuk mendapatkan hasil yang optimal hingga lambat laun Legian Beach Hotel masuk dalam kwalifikasi hotel berbintang empat dengan penambahan kamar yang kini mencapai 218 kamar.

Setelah keberhasilannya mengembangkan Legian Beach Hotel dengan rumus Kaizen nya, dengan ditopang kemampuan finasial yang sangat kuat dan ditunjang pola pikir yang terbilang realistis dan inofatif, Peter Arya kembali menunjukkan keberhasilannya melakukan ekspansi bisnis akomodasi di tengah pemberitaan sumir tentang pariwisata Bali dengan mendirikan Candi Beach Cottage di Candi Dasa di tahun 1989 dan Maya Ubud Resort di tahun 2000 yang mempertegas optimisme Peter Arya pada kesinambungan industri pariwisata Bali di masa yang akan datang.


Lobby Legian Beach Hotel


Legian Beach Hotel


Maya Ubud Resort

DATA PRIBADI

Nama                : Made Sidartha Arya / Peter Arya
Tempat /
Tanggal lahir   : Singaraja, 20 Juli 1956
Agama              : Katolik
Profesi              : Pengusaha
-   Legian Beach Hotel
-   Candi Beach Cottage
-   Maya Ubud Resort
-   ARYAcom Teknologi

Pendidikan:
-   SD, SMP, SMA Swastiastu (Santo Yosep) Denpasar
-   Bsc (Computer Science) University of New South Wales, Sydney Australia. (1979)
-   BE Hons Class I (Electrical Eng) University of New South Wales, Sydney Australia. (1981)
-   M.eng.Sc (Electrical/Electronics) University of Adelaite,
   Australia. (1986)

Menikah         : 28 April 1984
Istri                 : Nirmalawati
Jumlah anak : 3 orang
 
Kegemaran    : Membaca
Tokoh Idola   : Gandhi & Dalailama

Pesan              : Segala bidang  dengan berbagai komponennya hendaklah saling bekerja  sama,  membangun pilar-pilar  ekonomi  yang  kuat diberbagai  sektor sesuai  bidangnya  masing-masing  dalam  satu kebersamaan  yang  saling  mendukung, mensinergikan   energi menuju   kemajuan bersama demi   kesinambungan pembangunan Bali  dan kemakmuran masyarakatnya secara utuh dan merata.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

You may use these HTML tags and attributes: <a href="" title=""> <abbr title=""> <acronym title=""> <b> <blockquote cite=""> <cite> <code> <del datetime=""> <em> <i> <q cite=""> <strike> <strong>